PALAS- Merasa terus dirugikan sejak 2014,  seluruh anggota  plasma II enam desa  berjumlah 686 kaplingan seluas 1.076 hektar  sepakat pisah dengan bapak angkatnya PT Mazuma Agro Indonesia (MAI) Desa Sungai Korang, Kec. Hutaraja Tinggi (Huragi). Kabuapten. Padang Lawas (Palas).

 
 
Kesepakatan disampaikan anggota plasma  dalam pertemuan antara anggota plasma II enam desa melalui  kuasa kepada Fron Komunitas Indonesia Satu (FKI 1) dipimpin Darwin Hasibuan dengan pihak PT MAI di ruang  Pertemuan Kantor PT MAI, Sungai Korang yang dipasilitasi Dinas Pertanian Palas.
 
Hadir dalam pertemuan itu, Kadis Pertanian Ir H Abdullah Nasution dengan stafnya, Pihak PT MAI, aanggota plasma dan pimpinan FKI 1, Aparat Polsek Sosa dan angota Koramil 09 Sosa.
 
Dalam pertemuan kedua setelah difasilitasi Distan Palas, tidak membuahkan kesimpulan antara anggota plasma dengan bapak angkat. Terungkap  dalam pertemuan itu bahwa aggota plasma merasa dirugikan dengan rata rata penghasilan Rp 100 ribu perbulan, padahal plasma lain yang belakangan ditanami sudah berpenghailan rata rata Rp 3 juta.
 
Ketua FKI 1 Darwin Hasibuan,Kamis (20/9) mengatakan, tahun 1999 warga enam desa, Desa Sungai Korang, Desa Hutaraja Tinggi, Pasar Panyabungan, Panyabungan, Mananti dan Aliaga memberikan lahan seluas 10.000 hektar pola anak bapak angkat (ABA) dengan sistim 70:30. Dimana penanaman dibiayai PT MAI dan warga mengembalikan biaya setelah berproduksi.
 
Namun yang ditanami,katanya,  pihak PT MAI hanya 5014 hektar sehingga warga memperoleh 1076 hektar. Sementara dalam proses penanaman dan perawatan  ada sejumlah bagian warga plasma yang berhasil dibeli  oknum pihak PT MAI sehingga dari 959 anggota plasma yang tersisa hanya 686 orang,"terangnya. 
 
Selama masa produksi ,lanjut Darwin sampai saat ini warga plasma tidak pernah memperoleh hasil pemerataan yang memuaskan hanya di kisaran Rp 100 perbulan dan bahkan pernah tidak memperoleh bagian hasil, malah  warga plasma mempunyai hutang perawatan kepada pihak PT MAI. 
 
Untuk itu  Darwin bersama warga palsma meminta pihak PT MAI transpran tentang anggaran pengeluaran dan pemasukan serta hasil terhadap lahan yang menjadi bagian warga seluas 1076 hektar. "Karena berdasarkan temuan warga ada beberapa hal yang tidak sesuai sehingga menimbulkan kecurigaan," ungkapnya.
 
Menurut  Darwin Hasibuan, masalah tersebut sudah bertahun tahun tidak memperoleh kesimpulan dan selama itu warga plasma terus merasa dirugikan pihak perusahaan, namun setelah difasilitasi dinas pertanian baru membuahkan hasil kesepakatan,ujarnya.
 
Namun pihak PT MAI tidak bisa memberikan permintaan warga karana perusahaan tetap berperinsip dengan perjanjian pola 70:30, sehingga musyawarah itu buntu dan saat itulah munculnya langkah  ide untuk pisah antara anak angkat dengan bapak angkat. Kemudian pihak PT MAI bersedia untuk pisah dengan catatan warga plasma harus melunasi seluruh sisa  hutang anggota plasma yakni biaya penanaman dan nilai investasi. Kemudian pihak perusahaan juga berjanji akan memberikan surat kepemilikan hak lahan bila sudah ada pembayaran hutang.
 
Disaksikan Kepala Dinas Pertanian dan stapnya kesepakatan untuk pisah antara pihak PT MAI sebagai Bapak Angkat dan Warga Plasma II enam Desa sebagai anak angkat yang bersedia membayar syarat yang diajukan pihak perusahaan.