TELUKKUANTAN - Kecewa. Itulah ungkapan dari para pengurus KUD Langgeng ketika ditanya bagaimana hubungan kerjasamanya dengan PT. Citra Riau Sarana (CRS) dalam pengelolaan PKS selama ini.

Betapa tidak, deviden atas penyertaan modal 49 persen di PKS 1 belum diterima KUD Langgeng sejak 2017. PT CRS juga dinilai tidak ada itikad untuk menyelesaikan MoU yang baru terhadap pengelolaan PKS 1.

Hal itu disampaikan Aam Herbi, SH, Sekretaris I KUD Langgeng, Sabtu (28/9/2019) di Telukkuantan.

"Kekecewaan ini telah terakumulasi dan menjadi batu loncatan bagi pengurus KUD Langgeng untuk melontarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Pekanbaru," ujar Aam.

Gugatan ini telah menjadi kesepakatan bersama antara pengurus, Badan Pengawas, Unit Perwakilan KUD Langgeng dan Kepala Desa di wilayah kerja KUD Langgeng.

Selain persoalan deviden, lanjut Aam, PT CRS juga tidak melaksanakan kesepakatan sebagaimana yang tertuang dalam PK 90 tanggal 19 Mei 2003 dan kesepakatan tanggal 25 Februari 2017.

"Proses sertifikasi lahan plasma yang merupakan tanggungjawab PT CRS sebagaimana tertuang dalam PK 82, sampai saat ini tidak ada kejelasannya," ujar Aam.

Atas hal itu, KUD Langgeng sudah menggugat PT CRS pada 17 September 2019. Sidang perdana akan diagendakan pada 2 Oktober 2019.

Senada dengan Aam, H. Mukhlisin, S.Pd selaku Ketua KUD Langgeng menyatakan bahwa laporan neraca laba rugi PKS 1 tahun buku 2017 yang diberikan PT CRS tertanggal 14 Desember 2018 ditolak oleh KUD Langgeng.

KUD Langgeng dengan tegas menolak laporan tersebut pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun Buku 2018.

"Ada beberapa alasan, pertama kita tidak diikutsertakan dalam pengelolaan dan pengoperasian PKS sebagaimana tertuang dalam PK 90 tanggal 19 Mei 2003," ujar Mukhlisin.

Disamping itu, lanjut Mukhlisin, laporannya tidak ditandatangani oleh manajemen pabrik sebagai penanggungjawab pengelolaan dan operasional sesuai ketentuan dalam pasal 14 poin 2 PK Nomor 90 tanggal 19 Mei 2003. Ditambah lagi laporan tersebut tidak diaudit oleh akuntan publik.

"Seharusnya laporan tersebut diberikan ke KUD Langgeng dan dibahas dalam rapat investor paling lambat enam bulan setelah tutup buku pabrik, sesuai ketentuan dalam pasal 8 poin 1 PK Nomor 90 tanggal 19 Mei 2003," ujar Mukhlisin.

Di sisi lain, petani plasma menjerit karena ulah PKS 1 PT CRS. Sebab, sistem sortasi yang diterapkan sangat merugikan petani plasma. Maka, forum perwakilan anggota KUD Langgeng dan didukung Kades di wilayah kerja plasma telah mengadakan rapat.

"Hasilnya, kita sepakat untuk menjual buah ke luar dari PKS 1 sampai tuntutan kita diakomodir oleh PT CRS," ujar Mukhlisin.

Pada saat ini, pengurus KUD Langgeng sedang menunggu proses gugatan yang telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.

"Di samping itu, tidak tertutup kemungkinan kita juga akan menggugat pemutusan dan penghentian kerjasama baik kebun maupun pabrik serta menarik seluruh investasi di PKS I," tegas Mukhlisin.

Secara terpisah, Tumpal selaku Manager PKS I PT CRS yang dihubungi GoRiau.com melalui selulernya enggan berkomentar.

"Saya tak bisa berkomentar, sama atasan saya saja," ujar Tumpal.***