PEKANBARU - Mantan Sekretaris Umum (Sekum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Riau periode 2015-2020, Zulhusni Domo akhirnya angkat bicara terkait kekisruhan di tengah masyarakat, terkait keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang seragam sekolah.

Adapun SKB yang dimaksud adalah surat dengan nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Menurut Zulhusni yang saat ini menjabat sebagai salah seorang Ketua di MUI Riau, SKB 3 Menteri tersebut bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2003, dimana dalam Pasal 3 diantaranya disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah menjadikan manusia yang beriman dan Bebtaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak mulia.

"Maka sikap selama ini yang diterapkan di beberapa daerah khususnya Lembaga Pendidikan Negeri dengan mayoritas Umat Islam adalah sudah tepat dalam rangka menguatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik dengan cara memakai jilbab bagi peserta dan tenaga pendidik beragama Islam tapi agama lain menyesuaikan," kata Zulhusni, Kamis (25/2/2021).

SKB 3 Menteri ini, lanjutnya, juga bertentangan dengan semangat otonomi daerah, dimana daerah tertentu memiliki kearifan lokal dalam hal berpakaian, termasuk di Provinsi Riau dengan berpakaian melayu bagi peserta dan tenaga pendidik.

Selama ini, dalam pandangan Zulhusni, hal tersebut sudah diterapkan dan kebetulan busana melayu adalah menutup aurat untuk hari-hari tertentu, dan selama ini agama lain tidak keberatan, karena mereka paham dengan filosofi 'dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung'.

Kemudian, SKB 3 Menteri ini juga menyebutkan bahwa lembaga pendidikan nasional yang tidak melaksanakan SKB tersebut bisa diberikan sanksi oleh Pemerintah Daerah serta Pemerintah Daerah (Pemda) yang tidak melaksanakan SKB tersebut bisa diberikan sangsi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Ini mengarahkan kepada bentuk pendidikan sekuler, dimana kepala atau pimpinan lembaga tidak dibolehkan lagi mewajibkan kepada peserta didik yang beragama Islam untuk memakai aurat, padahal yang demikian adalah perintah Agama dalam Alqur-an Surat An-Nur ayat 31 dan Surat Al- Ahzab ayat 32," terangnya.

Sementara dalam SKB tersebut pihak sekolah tidak boleh membuat aturan tersebut dan hanya boleh memberikan kebebasan kepada peserta dan tenaga pendidik.

Sedangkan, selama ini diwajibkan saja masih ada juga siswi yang tidak menutup Aurat, jadi orang yang memisahkan kehidupan agama dengan yang lainnya, dan aturan agama tidak perlu dibuat disekolah adalah paham sekuler, dan paham Sekuler bertentangan dengan Fatwa MUI No. 7 Tahun 2005.

"Kami mendukung sikap MUI pusat tentang penolakan SKB ini dan harus direvisi serta kami juga mendukung Sikap Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI Riau yang disampaikan Sekretarisnya Buya Prof.DR.H.Akbarizan,MA yang juga menolak SKB tersebut," tuturny.

"Kami meminta kepada Presiden atau Menteri terkait untuk membatalkan SKB tersebut karena telah mendatangkan kegaduhan dan perpecahan ditengah - tengah masyarakat dimana kita sedang berusaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa ditengah masa pandemi yang juga belum berakhir ini," pungkasnya. ***