PEKANBARU, GORIAU.COM - Keberadaan beberapa usaha panti pijat yang diduga menyediakan layanan esek-esek di Kota Pekanbaru Riau, sudah jadi rahasia umum. Pelanggannya tak hanya orang dewasa, melainkan juga anak muda bahkan ABG. Lebih mirisnya, ada panti pijat ada yang mempekerjakan anak di bawah umur.

Seperti yang terungkap pada razia tim yustisi oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pekanbaru, Minggu (23/8/2015) dinihari, di daerah Jondul, Pekanbaru. Yang mencengangkan, Satpol PP berhasil menemukan anak berusia 13 tahun yang dipekerjakan sebagai pemijat disana.

"Kita akan berkoordinasi dengan Polresta Pekanbaru untuk menangani kasus ini. Karena dengan temuan tersebut, usaha pijat tersebut kita nilai telah melanggar tindak pidana mempekerjakan anak di bawah umur," tegas Kasatpol PP Kota Pekanbaru, Zulfahmi Adrian.

Bahkan pengakuan ABG berinisial Ic tersebut dengan malu-malu, dirinya tak hanya bekerja sebagai pemijat, namun disinyalir juga melayani esek-esek, dengan tarif bervariasi, mulai Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

Menanggapi ini, Kriminolog Fisipol UIR, Kasmanto Rinaldi, mengatakan bahwa semestinya pemerintah kota bisa menyikapi dengan tegas. "Keberadaan panti pijat perlu di luruskan. Meski tidak semua bernuansa prostitusi, tapi sebagian besar melaksanakan bisnis tersebut," sindirnya.

Permaslahannya, sambung Kasmanto kepada GoRiau.com, karena Pekanbaru tidak memiliki sosok yang cukup 'berani' seperti Gubernur Jakarta Ahok, yang tegas menginginkan adanya legalisasi prostitusi, dengan berbagai pertimbangan tertentu.

"Kita sering berada di bawah bayang-bayang keabu-abuan. Secara yuridis tidak mengizinkan, namun pada kenyataannya 'diizinkan' (cenderung dibiarkan,red)," bebernya, Minggu malam.

Kategorisasi pemberian izin terhadap usaha yang berbau prostitusi harusnya perlu diperketat, sehingga keberadaannya tidak lari dari izin yang diberikan. "Jika terjadi penyalahgunaan izin yang diberikan, maka selain diberikan sanksi administratif, pemiliknya juga harus dikenakan sanksi pidana," sebutnya.

Terlebih lagi dalam kasus diatas, dimana faktanya ada anak belia yang dipekerjakan di dunia prostitusi. "Kita tidak bisa membayangkan seperti apa kelak dia dewasa nantinya, yang jelas jika ditelaah dari sudut pandang teoritis kriminologi, bahwa pelaku penyimpangan atau kejahatan terlahir karena proses belajar," ketusnya.

Artinya, keberadaaan wilayah kesehariannya sangat menentukan tumbuh kembangnya seorang anak. Berdasarkan realita ini, sudah seyogyanya pihak pemerintah daerah selaku pemberi izin, dan pihak kepolisian sebagai penegak hukum, untuk serius dan memprioritaskan penanganan yang efektif dalam menghadapi kasus prostitusi ini.

"Jangan sempat keberadaannya bisa semakin menjerumuskan generasi muda yang ada di wilayah bumi melayu tercinta ini," tukasnya. (had)