ANEH dan tak dapat di mengerti, inilah agaknya gambaran dan penilaian rakyat, atas sikap dan tindakan yang saat ini dilakukan oleh penguasa negara dan negeri ini terhadap pandemi Covid-19. Berawal dari bersikap biasa-biasa saja dan mengganggap remeh ketika wabah corona menjangkit menjadi pandemi di negara China dan berkembang ke hampir seluruh negara di dunia sehingga menjadi pandemi global, sampai pada lamban dan tak jelasnya kebijakan serta tindakan yang dilakukan ketika pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memakan banyak korban.

Dikatakan aneh, tersebab bukankah sudah ada protap (prosedur tetap) yang di atur oleh perundang-undangan di negara dan negeri ini ketika terjadi suatu wabah penyakit ataupun kebencanaan. Apabila terjadi wabah penyakit, ditemukan lima orang dan lebih dinyatakan positif menderita DBD atau Malaria misalnya, suatu daerah kabupaten/kota sudah bisa menetapkan status (siaga, darurat atau luar  biasa, dan status lainnya, yang kami orang awam tak tahu persis istilah-istilahnya) sesuai dengan tingkat penyebaran dan jumlah korban. Demikian juga untuk level provinsi jika terdapat dua atau tiga kabupaten kota sudah menetapkan status daerah terhadap kejadian wabah ini, dapat menetapkan tingkatan status kejadian tersebut. Begitu juga ketika terjadi bencana alam (banjir, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi atau asap dari kebakaran lahan dan hutan seperti yang terjadi di Riau).

Karenanya, adalah menjadi aneh dan patut dipertanyakan atau bahkan di gugat  (class action) atas ketidak-jelasan kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh penguasa  negara dan negeri ini terhadap penanganan pandemi Covid -19. Penetapan PSBB (lockdown) dilakukan setengah hati dan tidak diiringi dengan berbagai konsekwensi yang menjadi tanggungjawab pemerintah sebagaimana amanat Peraturan Perundang-undangan, bahkan tanpa persiapan yang komprehensif, justru semakin membuat rakyat menderita dan mengalami permasalahan hidup yang kian rumit.

Sejatinya PSBB merupakan langkah tindakan pencegahan yang terbukti efektif, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan pemerintah hadir untuk memberikan pengayoman dan pelayanan kepada rakyat sebagaimana amanah dan tanggungjawab yang diberikan konstitusi. Namun pada kenyataannya, tindakan ini menjadi gagal tersebab pemerintah tidak siap dan tidak  memperhitungkan fakta bahwa banyak rakyat miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak bisa mengisolasi diri. Rakyat yang bekerja di sektor informal dan tidak memiliki pekerjaan tetap, karena pekerjaan mereka tidak dapat dilakukan dari jarak jauh, mau tidak mau harus tetap keluar rumah untuk menafkahi dan memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

Pun demikian dengan tidak intensifnya tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, agar penularan Covid-19 dapat dikendalikan dan diatasi. Sepatutnya pada pemberlakuan tatanan kehidupan baru (Era New Normal) ini, yang berwenang dan berkompeten memberikan informasi dan petunjuk secara masif dan terus menerus kepada masyarakat tentang upaya promotif dan preventif yang benar, seperti cara menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh, mencuci tangan yang baik, serta jaga jarak dengan orang lain dan memakai masker, maupun protokol kesehatan Covid -19. Inilah satu lagi bentuk kegagalan kebijakan yang dijalankan negara dan negeri dalam penanganan pandemi Covid -19.

Tatanan Hidup Baru (Era New Normal) dengan protokol kesehatan Covid-19 yang sedemikian rupa, patutnya dijadikan dan dilakukan rakyat sebagai suatu kebiasaan baru dalam kehidupan dan beraktivitas sosial keseharian. Apatah lagi dengan belum ditemukannya vaksin yang secara ilmiah dan klinis telah teruji untuk mengatasi Virus Corona, sehingga tidak terjadi "ledakan fantastis" kasus terkonfirmasi positif Covid-19 seperti yang terjadi pada dua bulan terakhir (Juli dan Agustus 2020).

Bahkan sampai saat inipun, kebijakan pemerintah untuk melakukan tindakan Test Swab Massal masih sangat lamban jika tidak dikatakan sebagai tambahan kegagalan lainnya. Padahal, keberhasilan di beberapa negara dalam menangani pandemi Covid-19 di saat awal kasus ini merebak maupun pada serangan gelombang kedua, seharusnya sudah dapat dijadikan rujukan untuk menangani dan mengendalikan pandemi Covid Covid-19 di negara dan negeri ini. Benang merah dari keberhasilan negara-negara tersebut adalah melakukan tes swab (PCR) secara massal, pembatasan aktivitas publik dan lokalisir daerah (PSBB lokal) serta isolasi kasus.

Antara lain seperti Selandia Baru menerapkan melakukan deteksi atau tes massal kemudian isolasi kasus, karantina, kampanye kebersihan massal dan menyediakan fasilitas kebersihan di ruang publik, serta menutup ruang-ruang publik. Taiwan berhasil melakukan contact tracing yang cukup agresif sambil menerapkan karantina dan mengisolasi masyarakat yang mengeluhkan gejala. Negara ini diberi pujian karena dapat menekan kasus virus Corona Covid-19 meskipun penduduknya lebih padat dibanding Australia dan berada di dekat China. Fiji dan negara-negara Kepulauan Pasifik lainnya pada awalnya dipandang sebagai negara yang paling rentan terhadap virus Corona, sebab fasilitas kesehatan yang kurang, sumber daya pun kurang, dan adanya masalah kesehatan yang cukup tinggi seperti diabetes dan penyakit jantung. Namun, negara-negara di kawasan itu bertindak cepat dan membuat keputusan langsung menutup perbatasan, menutup perdagangan, pariwisata yang menggerakkan ekonomi mereka, untuk melindungi populasi mereka.

Sedangkan di Indonesia, Sumatera Barat adalah daerah yang dinyatakan berhasil menangani pandemi Covid-19 dengan baik, walaupun di awal penyebaran virus corona merupakan daerah dengan kejadian terparah. Satu di antara kunci keberhasilan Sumatera Barat tersebut terletak pada inovasi metode tes swab (PCR) yang diprakarsai dan dikembangkan oleh DR. dr. Andani Eka Putra, M.Sc. Seorang pahlawan kemanusiaan yang memiliki semangat militansi dan berjuang ikhlas membantu rakyat. Sebenarnya juga ada satu metode lagi yang dapat dilakukan, yakni Pool Test System Covid-19, metode yang berasal dari Jerman ini dimodifikasi Hafidz Ary Nurhadi (Master Teknik Elektro ITB), ide dasar metode Hafidz adalah "Penanganan terbaik Covid -19 adalah semua penduduk di tes swab, tetapi tes jangan dilakukan orang per orang, lakukan tes tersebut per lokasi besar (misalnya per desa atau per kecamatan atau per kabupaten, dst.) lalu per lokasi yang ditetapkan dibagi menjadi wilayah kecil (pool)." Dahlan Iskan menyatakan; "Melaksanakan ide Hafidz ini memang sulit, tetapi ada yang lebih sulit lagi, yakni melahirkan kemauan itu".

Era New Normal, Negara Harus Tetap Hadir

Dampak yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 ini, semua sektor dan lapangan usaha rakyat terganggu, sehingga mengakibatkan berkurangnya pendapatan, meningkatnya pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan dan menurunnya derajat kesejahteraan rakyat secara luas. Disinilah "Negara perlu dan harus hadir" untuk menyelamatkan rakyat dari ancaman krisis kesehatan, krisis pendidikan, ancaman krisis ekonomi, dan ancaman krisis kesejahteraan dengan melakukan upaya-upaya luar biasa, kebijakan dan program untuk meningkatkan layanan kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, serta pemulihan ekonomi (terlebih khusus ekonomi rakyat).

Untuk meminimalisir kebijakan diskriminatif terhadap 'rakyat kecil' selama pandemi Covid-19. Pemerintah harus mengatasi masalah mendasar dan struktural yang menciptakan kerentanan, antara lain dengan memperkuat program pengentasan kemiskinan dan menetapkan cakupan kesehatan universal untuk rakyat berpenghasilan rendah.

Khusus di bidang kesehatan, sistem cakupan kesehatan universal akan memastikan semua orang (terlepas dari status ekonomi mereka) memiliki akses mendapatkan layanan kesehatan berkualitas tinggi dan perlindungan risiko keuangan. Pelayanan BPJS yang saat ini dijalankan, tidak memadai untuk disebut cakupan kesehatan universal karena masih mengharuskan orang membayar premi bulanan. Ini bisa menjadi masalah bagi pekerja informal dan kasual yang sering tidak dapat membayar iuran bulanan mereka secara teratur, sehingga keanggotaan mereka dibatalkan.

Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk menyediakan layanan kesehatan dasar bagi rakyat miskin (pra sejahtera). Layanan ini harus juga mencakup penyediaan akses mendapatkan edukasi kesehatan, air minum yang aman, sanitasi, nutrisi, imunisasi dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular.

Selain itu, pemerintah harus mengatasi masalah yang lebih mendasar terkait dengan perubahan sifat pekerjaan selama pandemi. Dengan memperkuat kesejahteraan sosial dan sistem perawatan kesehatan nasional, pemerintah dapat membantu menjaga semua warga tetap sehat secara fisik dan ekonomi, serta melindungi mereka yang rentan selama pandemi Covid-19.

Terhadap setiap tindakan untuk kesehatan rakyat dalam upaya mengurangi berbagai dampak pandemi Covid-19, harus secara serius mempertimbangkan berbagai latar belakang sosial dan ekonomi rakyat. Hal ini menjadi sangat penting dilakukan untuk memastikan tindakan pencegahan tidak lebih menghukum rakyat yang telah hidup rentan dan sudah terpinggirkan, sebagai contoh adanya penerapan sanksi Perda bagi rakyat yang tidak mengenakan masker saat beraktivitas di ruang publik (keluar rumah), tidaklah merupakan solusi efektif dan satu-satunya cara untuk menekan atau mengendalikan penyebaran Covid-19.

Bukankah pada hakikatnya hukum (peraturan) yang dibuat oleh negara adalah untuk melindungi rakyat. Adalah bijak ketika merumuskan aturan hukum, tidak semata mengedepankan Politik Hukum, Kaedah Hukum dan Praktik Hukum, namun yang utamakan adalah memperhatikan Filsafat Hukum secara lebih komprehensif yakni pertimbangan keadilan (gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit), sehingga akan mewujudkan perlindungan dan keadilan yang nyata bagi seluruh rakyat. Sebagaimana Bismar Siregar pernah mengatakan "bila untuk menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum, akan saya korbankan hukum itu, hukum hanya sarana, sedangkan tujuan akhirnya adalah keadilan". Desain hukum yang merupakan upaya penindakan yang adil dan pasti (legal certainty) tidak selamanya harus represif, tetapi idealnya lebih mengutamakan preventif yang dapat diimplementasikan dengan cara pendidikan (education), penghargaan (reward) dan penyadaran (conscientisastion), sehingga tujuan akhirnya rakyat menjadi peduli (aware) dan sadar hukum. Mengulang pernyataan Dahlan Iskan, "melaksanakan ide itu memang sulit, tetapi ada yang lebih sulit lagi, yakni melahirkan kemauan itu". Semoga pemimpin Negara dan Negeri ini lebih Arif dan Bijak untuk menangani Pandemi Covid-19 ini agar kesehatan dan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama, pendidikan generasi bangsa dan perekonomian serta aktivitas sosial dapat berlangsung dengan baik.***