JAKARTA – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dikabarkan memaksa tim penyelidik kasus Formula E menjadikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai tersangka.

Dikutip dari Tempo.co, kabar itu diungkap oleh Koran Tempo. Berdasarkan laporan Koran Tempo, satuan tugas tim penyelidik Formula E KPK telah melakukan gelar perkara pada Rabu, 28 September 2022. Hasil gelar perkara tersebut menunjukkan bahwa kasus Formula E belum cukup bukti untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Namun, Firli Bahuri tidak puas dengan hasil tersebut. Ia bersikukuh meminta untuk Anies Baswedan segera ditetapkan sebagai tersangka Formula E.

Keinginan Firli untuk memenjarakan Anies ini diduga berhubungan dengan isu Pilpres 2024. Dalam wawancara dengan media asing di Singapura pertengahan September lalu, Anies menyatakan siap mencalonkan diri sebagai presiden.

''Saya siap mencalonkan diri sebagai presiden jika sebuah partai mencalonkan saya,'' kata Anies dikutip dari Reuters, Kamis, 15 September 2022.

Diketahui Anies Baswedan akan mengakhiri masa tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober mendatang.

Anies Enggan Komentari

Terkait laporan Majalah Tempo yang mengungkapkan adanya desakan Firli kepada penyidik KPK menjadikannya tersangka, Anies enggan mengomentarinya.

Anies hanya tersenyum ketika ditanya tentang masalah tersebut. Anies mengataku, dirinya telah melihat laporan Koran Tempo soal desakan agar kasus Formula E Jakarta dinaikkan ke tahap penyidikan.

''Baru lihat saya,'' kata Anies usai peresmian gedung baru Pemuda Pancasila di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 1 Oktober 2022.

KPK Membantah

Sementara, KPK membantah kabar yang menyebut Ketua KPK Firli Bahuri memaksakan agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait Formula E.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menyayangkan munculnya isu tersebut karena gelar perkara dalam menentukan penanganan perkara dilakukan secara terbuka.

''KPK menyayangkan adanya opini yang menyebut pimpinan KPK memaksakan penanganan perkara Formula E ini, padahal gelar perkara dilakukan secara terbuka dan memberikan kesempatan semua pihak untuk menyampaikan pendapatnya,'' kata Ali dalam keterangan tertulis, Senin (3/10/2022), seperti dikutip dari Kompas.com.

Menurut Ali, dengan sistem dan proses yang terbuka dalam gelar perkara, penanganan perkara di KPK tidak bisa diatur atau atas keinginan pihak tertentu saja.

Ia juga menegaskan, setiap penanganan perkara di KPK berlandaskan pada kecukupan alat bukti.

Menurut Ali, tuduhan-tuduhan mengenai pengaturan perkara bukan pertama kali bergulir, bahkan sudah ada sejak awal lembaga antirasuah itu berdiri.

''Faktanya, KPK kemudian membuktikannya di pengadilan dan majelis hakim pun memutus bersalah kepada pihak-pihak yang berperkara," kata Ali.

Ia menambahkan, KPK juga menyayangkan proses penanganan perkara Formula E diseret-seret ke dalam kepentingan politik.

Padahal, menurut dia, penanganan perkara tersebut telah menaati asas dan prosedur hukum yang berlaku.

"Meski begitu, KPK akan terus konsisten dan berkomitmen untuk menangani setiap perkara dugaan tindak pidana korupsi sesuai tugas, kewenangan, dan UU yang berlaku," ujar Ali.

Ali juga mengajak masyarakat untuk mengawasi proses penanganan perkara ini dan tak mudah terprovokasi oleh narasi yang dihembuskan untuk kepentingan dan agenda di luar konteks penegakan hukum.

Upaya Kriminalisasi Anies

Dikutip dari Tempo.co, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto menduga ada upaya untuk mengkriminalisasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di kasus Formula E. Dia menuding upaya itu dilakukan oleh sebagian pimpinan KPK.

''Ada indikasi sangat kuat sekali keinginan sebagian pimpinan KPK untuk melakukan upaya politik kriminalisasi untuk menjegal dan menjagal ABW,” kata Bambang lewat pesan teks, Sabtu, 1 Oktober 2022.

Pria yang akrab disapa BW itu mengatakan belum bisa menjelaskan detail mengenai upaya-upaya tersebut. Dia mengatakan akan menjelaskannya secara gamblang pada waktunya. ''Nampaknya hal itu tinggal menunggu waktu saja,'' kata Bambang Widjojanto.

Menurut dia, bila dugaan upaya kriminalisasi itu benar, maka hal ini membuktikan ada problem serius di pimpinan KPK. Menurut dia, KPK telah diseret untuk permainan politik.

“Kalau ini terjadi, tudingan adanya nir-integritas sebagian Pimpinan KPK memperoleh legitimasinya dan KPK diseret pada absruditas pusaran politik dan bermain-main politik yang makin menghancurkan kredebilitas kelembagaan KPK,” kata BW.

KPK telah menangani kasus Formula E sejak November 2021. Kasus tersebut dilaporkan kelompok yang menamakan diri Studi Demokrasi Rakyat. Salah satu yang ditelisik KPK adalah mekanisme pembiayaan Formula E dan komitmen fee sebanyak Rp560 miliar. Selama penyelidikan, KPK sudah memeriksa sejumlah pihak. Di antaranya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta, Ahmad Firdaus, serta Anies juga sudah diperiksa.

Setelah pemeriksaan pada 7 September 2022, Anies mengharapkan keterangannya dapat membuat kasus Formula E semakin terang.

KPK dikabarkan telah melakukan sejumlah gelar perkara untuk membahas kasus Formula E. Gelar perkara terakhir kabarnya digelar pada Rabu, 28 September 2022.

Pimpinan KPK Firli Bahuri, Alexander Marwata dan Nurul Ghufron, dan Deputi Penindakan KPK Karyoto belum menjawab pertanyaan Tempo soal tudingan upaya kriminalisasi. Sementara, Wakil Ketua Nawawi Pomolango meminta Tempo menghubungi juru bicara KPK Ali Fikri. “Coba konfirmasi ke pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri atau kepada pimpinan yang membawahkan penindakan,” kata dia.***