PEKANBARU - Penggajian dan perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dibebankan kepada APBD daerah menuai pro kontra dari berbagai pihak.

Seperti yang diutarakan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau, Noviwaldy Jusman. Ia mengaku bingung dengan penggajian P3K yang dibebankan kepada daerah.

"Keputusan presiden sangat menggembirakan dengan adanya P3K ini. Tetapi penggajian yang dibebankan kepada pemerintah daerah inilah yang dipusingkan. Anggaran sudah tertata tapi dengan adanya penerimaan P3K ini malah berimplikasi besar," kata politisi yang akrab disapa Dedet ini di Pekanbaru, Rabu (13/2/2019).

Legislator asal Kota Pekanbaru ini mengkhawatirkan, jika pemerintah daerah (Pemda) tidak bisa membayar gaji P3K, karena banyaknya kebutuhan yang lebih prioritas.

"Sebaiknya pemerintah pusat yang membiayainya, saya khawatir Pemda tidak bisa karena mereka banyak tunda bayar," jelasnya lagi. 

Jikapun APBD bisa membiayai untuk 156 pendaftaran P3K yang pertama, ia mengaku sangsi untuk ke depannya bisa diakomodir oleh keuangan daerah saja.

"Misalnya kuota tahun ini 156 ternyata bisa ditanggung APBD, tapi untuk ke depannya harus berapa banyak yang diakomodir, sedangkan guru honorer kita masih banyak yang perlu direkrut," tukasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Ahmad Hijazi menyambut baik perekrutan P3K. Bahkan ia tak keberatan jika penggajiannya melalui APBD. 

Menurut hitung-hitungan sementara, gaji P3K berkisar Rp3 juta perorangannya. Sehingga jika dikalikan dengan 156 orang, maka jumlahnya akan berkisar Rp468 juta per bulan atau Rp5,6 miliar per tahun.

"Kali kan saja kalau gajinya sebulan Rp3 juta. Setahun mungkin sekitar Rp5 miliar untuk gaji mereka. Tapi itu belum hitung-hitungan pasti. Kita juga belum tahu lain-lainnya. Berapa pun itu, kalau demi kelancaran pendidikan di sekolah, nggak apa-apa," tuturnya.  ***