JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengaku sudah mendengar bahwa pengusaha tambang dimintai uang atau saham oleh Ketua Satgas Investasi Bahlil Lahadalia, untuk menghidupkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang dicabut.

"Kita sudah dengar itu bagaimana penyimpangan-penyimpangan itu terjadi. Ada yang meminta kalau memang mau menghidupkan kembali (izin usaha pertambangan), maka harus bayar sekian," ucap Sugeng di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024), seperti dikutip dari Inilah.com.

"Bahkan ada yang minta saham katanya, karena sebagian besar, bahkan tiba-tiba dicabut (izinnya), tanpa ada argumentasi yang bisa dijelaskan panjang lebar," sambung Sugeng.

Ia menganggap, tentu hal ini sudah menjadi keluhan yang luar biasa dari para pengusaha tambang. Seharusnya, pihak asosiasi tambang memiliki kepastian hukum akan keberadaan satgas ini. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

"Dari awal dalam rapat-rapat kami di Komisi VII termasuk dengan asosiasi-asosiasi pertambangan wah sudah geger-gegeran, kita menandai akan bisa terjadinya abuse of power," ujarnya.

Politisi Partai Nasdem itu menyebutkan, sejak awal Komisi VII DPR, tidak setuju dengan pembentukan Satgas Investasi dan meminta agar tata kelola IUP dan HGU, dikembalikan seperti semula.

"Misalnya IUP khusus kan yang mengeluarkan kementerian ESDM setelah ada referensi tentang lingkungan dari KLH, IPPKH misalnya kan gitu yang memang rangkaiannya," kata Sugeng.

Main-main IUP Sejak 2020

Sementara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menengarai dugaan jual-beli IUP dan HGU yang menyeret Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, dipicu pelimpahan wewenang yang cacat prosedur sejak 2020.

"Pada 2020, Menteri ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 19 Tahun 2020 tentang pelimpahan wewenang IUP dari Kementerian ESDM ke Pak Bahlil. Di sini, sudah cacat hukum. Seharusnya bukan Permen tapi bisa peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres), atau UU sekalian," kata Kepala Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Kala itu, kata Jamil, hampir 200 izin usaha pertambangan (IUP) yang dicabut Menteri Bahlil. Sontak, para pengusaha tambang yang IU-nya dicabut secara dadakan, kelimpungan.

Namun, prosedur pencabutannya punya celah hukum. Caranya sangatlah tidak lazim. Berdasarkan aturan, ada tahapan sebelum IUP dicabut.

"Memang ada tahapannya, mulai peringatan pertama, tertulis sampai pencabutan. Tiap tahap juga ada waktunya 30 hari, atau 60 hari. Namun Bahlil lewat jalan tol, IUP bisa dicabut dalam sehari," kata Jamil.

Selanjutnya, kata Jamil, para pemilik tambang itu, melakukan perlawanan lewat gugatan ke Ombudsman RI. Karena, prosedur pencabutan IUP kental maladimistrasi. Sebagian lagi menempuh jalur PTUN. Namun prosesnya cukup lama.

"Misalnya menang di Ombudsman atau PTUN, pengusaha tambang tetap harus menemui Bahlil. Karena dia yang mencabut, dia pula yang menghidupkan. Di sinilah muncul potensi permainan," kata Jamil.

Jamil pun mengkritisi Keppres No 11 pada Mei 2021 tentang pembentukan Satgas Percepatan Investasi (Satgas Investasi) yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2021. Beleid ini menunjuk Bahlil menjadi Ketua Satgas Investasi.

Serta Keppres No 70 tahun 2023 tentang Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang ditekan Jokowi pada 16 Oktober 2023. Beleid ini memberikan wewenang luas kepada Bahlil untuk mencabut dan menghidupkan IUP dan HGU.

"Ini Keppres yang agak ngaco. Masal ormas keagamaan atau purniwirawan dapat IUP. Tanpa tender lagi. Padahal ini kan menyangkut bisnis. Saya enggak tahu, barangkali Pak Presiden tidak membaca secara detail," kata Jamil.

Untuk membuka masalah ini, kata dia, Jatam mendorong aparat penegak hukum termasuk lembaga antirasuah untuk mengusutnya sampai tuntas.

"Kalau memang ada pelanggaran, kerugian negara, gratisifasi atau suap ya harus dibongkar. Tugas KPK, kepolisian dan kejagung ini. Jangan hanya karena ramai di publik, bahkan Bahlil lapor ke dewan pers menyurutkan upaya penegakan hukum," paparnya.

Mengemukanya dugaan penyelewengan IUP dan HGU yang menyeret Bahlil, diungkapkan secara terang-benderang oleh siniar Bocor Alus Politik Tempo (BAPT) yang ditayangkan lewat YouTube Tempo.co, serta pemberitaan Majalah Tempo.

Dari investigasi Majalah Tempo bersama Greenpeace Indonesia, terdapat 45 IUP yang dicabut, kemudian dihidupkan kembali sebanyak 40 IUP. Tentu saja, semua itu tidak gratis. Diduga, Bahlil minta jatah saham jika IUP-nya ingin dihidupkan lagi. Porsi saham yang diminta bisa 20-30 persen, bahkan bisa 70 persen. Atau setor upeti hingga miliaran rupiah.

Majalah Tempo mengeklaim telah berupaya untuk melakukan konfirmasi. Dua kali meminta izin wawancara secara resmi, tidak digubris. Demikian pula saat mengajukan pertanyaan langsung kepada Bahlil, tidak mendapatkan jawaban.

Atas pemberitaan tersebut, Bahlil melalui Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM, Tina Talisa mengadukan Majalah Tempo ke Dewan Pers. Alasannya, tudingan tersebut mengarah kepada fitnah.

“Pak Bahlil keberatan karena sebagian informasi yang disampaikan ke publik mengarah kepada fitnah. Informasinya sarat tidak terverifikasi. Kewajiban wartawan untuk selalu menguji informasi dan tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,” kata Tina.***