SELATPANJANG, GORIAU.COM - Masyarakat Kecamatan Tebingtinggi Timur sangat menyayangkan putusan dewan hakim yang membebaskan terdakwa dari PT NSP dalam kasus Karhutla tahun 2014. Untuk itu, pada tahun 2015 masyarakat 3T meminta kepada pihak berwajib agar memproses secara tegas kasus karhutla dan jangan hanya menjadikan masyarakat kecil sebagai kambing hitam.


Demikian disampaikan salah seorang tokoh masyarakat Tebingtinggi Timur Abdul Manan. Kata Abdul Manan, Sabtu (14/2/2015), meski PT NSP sudah beroperasi sekitar 5 tahun di 3T, namun sangat kurang dampak positif yang dirasakan.
"Keberadaan perusahaan ini oleh masyarakat di wilayah operasionalnya sangat kurang bermanfaat bagi peningkatan ekonomi," kata Abdul Manan.
Kata Manan pula, selain sangat minim berkontribusi terhadap masyarakat, masyarakat 3T juga sangat menyayangkan atas pembebasan terdakwa dari PT NSP dalam kasus Karhutla 2014 lalu. Manan juga menambahkan, sudah jelas-jelas titik api itu banyak dari PT NSP, kenapa mereka bisa bebas dari tuntutan hukum.
"Ada apa dengan hukum di negara kita ini. Perusahaan besar yang akibat kelalaiannya karena tidak ada peralatan antisipasi kebakaran seperti tahun 2014 yang lalu bisa bebas, sementara masyarakat kecil yang hanya membakar di lahan kebun mereka sendiri tidak sampai satu hektar minimal dituntut 3 tahun penjara. Belum lagi denda. Selalu saja masyarakat kecil jadi kambing hitam," ujar Manan pula.
Atas karhutla tahun 2014 yang berasal dari kebun HTI Sagu PT NSP pula, banyak masyarakat dirugikan lahan dan kebunnya sampai ribuan hektar, sampai saat ini ganti rugi untuk penanaman kembali tidak sesuai keinginan masyarakat. Karhutla itu telah memiskinkan masyarakat 3T terutama di Kepaubaru, Lukun, Telukbuntal termasuk Batinsuir.
"Bahkan ada juga yang belum terselesaikan," kata Manan lagi.
Manan juga menceritakan sejak Ia kecil, di Kecamatan 3T tidak pernah terjadi Karhutla sampai berbulan-bulan. Namun, sejak diberi izin HTI karhutla marak dimana-mana, bahkan sulit dikendalikan.
"Ini semua akibat dari kanalisasi dan pembabatan hutan alam hingga gundul. Tidak bisa dipungkiri, izin HTI lah yang menyengsarakan masyarakat kita saat ini. Karhutla terjadi karena gambut kita kering, dan mudah terbakar serta sulit dipadamkan. Penggalian kanal itu membuat gambut jadi rusak, air akan mengikuti kanal dan lepas ke laut. Persoalan inilah kita minta agar Menteri LHK dapat mengambil suatu keputusan yang dapat menguntungkan masyarakat, bukan menguntungkan perusahaan seperti NSP atau perusahaan lain," jelas Manan.
Di tempat terpisah, Camat 3T Helfandi SE MSi, ketika diminta tanggapan terhadap sepak terjang PT NSP di 3T, mengatakan bahwa sering menerima laporan dari masyarakat terhadap persoalan dengan PT NSP. Dimana kata Helfandi, beberapa persoalan itu antara lain ganti rugi akibat karhutla 2014 yang dianggap kurang wajar bahkan ada yg belum diganti rugi. CSR yang belum maksimal. Tanaman kehidupan yang nol persen realisasinya.
Dikatakan Iin juga, kemarin Ia sudah minta PT NSP dalam waktu yang singkat dapat mempersiapkan diri untuk bisa berdialog dengan masyarakat 3T agar persoalan konflik NSP dengan masyarakat bisa diminimalisir. Ini perlu dilakukan agar masyarakat dan perusahaan yang berinvestasi di wilayah 3T sama-sama aman.
"Saya juga berharap tentunya PT NSP dapat bekerjasama dengan masyarakat dan Pemerintah setempat, serta dalam operasionalnya dapat melestarikan lingkungan hutan dan gambut kita. Jika hutan alam masih ada, kanalisasi ditiadakan, saya yakin 99 persen karhutla tidak ada lagi di 3T," kata Iin.(zal)