JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta PT Pertamina (Persero) membatasi volume konsumsi BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar karena alokasi APBN 2022 untuk subsidi BBM kian membengkak hingga mencapai Rp 502 triliun.

Sri Mulyani khawatir harga minyak dunia yang kian bergejolak akan terus membuat subsidi yang dikeluarkan pemerintah terus melambung.

"Jadi tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, supaya APBN tidak terpukul," ujar Sri Mulyani saat dijumpai di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Ada tiga hal yang membuat alokasi APBN kian membengkak. Selain volume BBM subsidi yang terus naik dari kuota, harga keekonomiannya juga lebih tinggi dari yang sudah diestimasikan, lalu nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Itu semuanya memberikan tekanan pada APBN kita di 2022 ini. Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai bulan Juli, tapi tagihannya ini nanti yang kalau volumenya tidak terkendali akan lebih besar di semester II," bebernya.

Terkait subsidi BBM, pemerintah kini tengah membahasnya dengan Pertamina, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif. Khususnya agar APBN bisa lebih tahan terhadap kenaikan harga keekonomian BBM.

"Kan kita mencoba meng-absorb shock-nya tadi. Tekanan yang muncul gede banget kita absorb dengan APBN, dengan dana sampai Rp 502 triliun," kata Sri Mulyani.

"Tapi kalau shock-nya gede terus dan menyebabkan subsidi sangat besar, kita harus mencari langkah-langkah untuk mengamankan rakyat, mengamankan ekonomi dan mengamankan APBN," tandasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan tak ada praktik mafia migas di tubuh Pertamina dan lingkungan Kementerian BUMN. Hal ini menyangkut besarnya subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM).

Arya menyampaikan, hal itu bisa ditepis karena ada peran dari Satgas Anti Mafia Migas yang telah dibentuk. Kemudian, perbedaan harga antara dalam dan luar negeri tidak memiliki selisih yang terlalu mencolok.

"Saya rasa kan kemarin sudah terbentuk (Satgas) itu, perubahan sudah terjadi," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Untung-Rugi Subsidi BBM', Sabtu (6/8/2022).

"Kita paling gampang bandingin aja gini, harga yang Pertamina punya (produk BBM) dengan yang di luar negeri yang memang normal, yang sama-sama impor ya, kalau memang beda jauh harganya, kita bisa bilang bahwa mafia migasnya masih ada," bebernya.

Sementara, menurutnya, perbedaan harga yang terjadi malah tidak terlalu jauh. Dengan catatan perbandingan dilakukan dengan negara yang kondisinya menyerupai atau sama dengan Indonesia, utamanya soal pengimpor minyak mentah.

"Tapi kalau mirip-mirip juga kan sama, misal RONnya Pertamax sama, atau (kadar RON) 98 misalnya, coba bandingkan sama di luar negeri, sama gak harganya? kalau beda baru kita bilang mafianya ada," papar dia.

"Kalau gak beda, gak jauh bedanya, sama-sama aja, berarti mafianya gak ada, sederhananya," tambah Arya.

Untuk diketahui, pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp 502 triliun untuk sektor energi. Dengan alokasi terbesar untuk BBM yang dikelola oleh Pertamina.

Beberapa pihak menduga ada permainan mafia migas yang juga berdampak buruk pada Pertamina. Sementara, menyoal potensi korupsi, Arya mengaku terus mengawasi setiap sisi.

"Soal adanya korupsi atau enggak, kan ini masih proses ya, makanya kita pantau semua," tegasnya. ***