PEKANBARU - Meski sudah dilantik pertengahan Juli 2019 lalu oleh Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution, namun keberadaan Tim Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Riau belum terlalu dirasakan keberadaannya.

Hal ini diakui oleh Ketua BPRS Riau, Aznan Wahyudi, kepada GoRiau.com, Minggu (24/1/2021). Padahal, BPRS sendiri dibentuk sesuai dengan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit dan juga Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2013 tentang BPRS.

"Pembentukan badan ini juga berdasarkan keputusan Gubernur, melalui seleksi dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Namun masalahnya, kami tidak punya anggaran kegiatan," ujar Aznan.

Pada tahun 2020 lalu, kata Aznan, pihaknya tidak bisa bergerak karena memang tidak disupport oleh APBD Riau, sehingga pergerakan mereka hanya menggunakan dana pribadi yang berasal dari gaji.

BPRS sendiri sudah pernah berkunjung ke Komisi V DPRD Riau dan menceritakan kesulitan mereka dalam melaksanakan anggaran ini, dan Komisi V memberikan solusi supaya pos anggaran untuk BPRS diberikan dalam skenario hibah.

"Komisi V akan memperjuangkan pemisahan anggaran, jadi kami nanti dapat dana hibah saja, tidak lagi di Dinas Kesehatan. Artinya, 2022 baru bisa dianggarkan dan 2021 ini kami masih 'puasa'," tambahnya

BPRS, lanjutnya, terdiri dari empat unsur, yakni Dinas Kesehatan, Tokoh Masyarakat, Organisasi Profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).

"Saya Drg Aznan Wahyudi dari PERSI, kemudian dari Tokoh Masyarakat itu ada Pak Nasir Penyalai dari LAMR, Pak dr Abdullah Qoyyum dari IDI, Pak Ns Triswan Simatupang dari PPNI, dan Pak Anusirwan SKM MPH dari Dinas Kesehatan. SK kami habis akhir 2022 nanti," tutupnya.

Sebagai informasi, BPRS Riau resmi dilantik pada Jum'at, 5 Juli 2019 di Hotel Furaya oleh Wakil Gubernur Riau, Edy Natar, Tim BPRS yang berjumlah 80 orang yang terdiri dari perwakilan Rumah Sakit, Dinkes 12 Kab/Kota, Dinkes Provinsi, Sekretariat Daerah, Organisasi Profesi, dan Lintas Sektor yang nantinya akan berfungsi untuk mengawasi rumah sakit- rumah sakit yang ada di Provinsi Riau.

BPRS Provinsi merupakan unit nonstruktural di dinas kesehatan provinsi yang bertanggungjawab kepada gubernur dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen. BPRS Provinsi bertugas: a. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien di wilayahnya;

b. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit di wilayahnya;

c. Mengawasi penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan;

d. Melakukan pelaporan hasil pengawasan kepada BPRS;

e. melakukan analisis hasil pengawasan dan memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk digunakan sebagai bahan pembinaan; dan

f. Menerima pengaduan dan melakukan upaya penyelesaian sengketa dengan cara mediasi.

BPRS Provinsi mempunyai wewenang: a. Melakukan inspeksi penegakan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya;

b. Meminta informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pasien dan Rumah Sakit di wilayahnya kepada semua pihak yang terkait;

c. Meminta informasi tentang penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-undangan kepada Rumah Sakit;

d. Memberikan rekomendasi kepada BPRS dan gubernur mengenai pola pembinaan dan pengawasan Rumah Sakit berdasarkan analisis hasil pembinaan dan pengawasan;

e. Menindaklanjuti pengaduan dalam rangka upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi; dan

f. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk mengambil tindakan administratif terhadap Rumah Sakit yang melakukan pelanggaran.***