SIAK SRI INDRAPURA - Nama mantan  Bupati Siak, H Arwin AS disebut-sebut juga dalam sidang perdana perkara dugaan pemalsuan SK Mentri Kehutanan (Menhut) nomor 17/Kpts.II/1998 dengan terdakwa Direktur PT Duta Swakarya Indah (DSI) Suratno Konadi dan mantan Kadishutbun dan Kadis Pertanahan Pemkab Siak Teten Effendi di Pengadilan Negeri Siak, Selasa (23/4/2019).

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU nama mantan Bupati Siak Arwin AS disebut sebagai pihak yang pernah menolak menandatangani permohonan PT DSI. 

Namun, Teten Effendi tetap mengajukan sehingga Arwin AS menandatangani permohonan penerbitan Izin Lokasi (Inlok) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). 

Permohonan tersebut diperkuat oleh Teten Effendi dengan mengabaikan keadaan yang sebenarnya. Akibatnya, Arwin menandatangani permohonan PT DSI yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.

Dalam surat dakwaan SK Pelepasan Kawasan Hutan sudah mati dengan sendirinya, baik dalam diktum 9 maupun ada penolakan 2 kali dari bupati Arwin AS. Tetapi Suratno dan Teten tetap mengajukan permohonan dan proses Inlok seolah -olah tidak ada penolakan.

Sementara ada tim inventarisasi tapi yang mengerjakan hanya Teten dan tim sebagai Kepala Dinas Pertanahan Siak. Hasil inventarisasi ada penolakan masyarakat tapi dibuat laporan seolah -olah tidak ada keberatan.

JPU yang dipimpin Herlina Samosir itu dijuga mengatakan, hasil inventarisasi di lahan tersebut menyatakan telah ada lahan masyarakat tetapi dilaporkan tidak ada sama sekali. Ketua tim dan beberapa anggota dalam  SK 261/2006 harus dilakuakan tertulis.

"Seharusnya tidak bisa diproses, kata arwin waktu penyidikan," kata JPU Randi saat membacakan 16 lembar surat dakwaan dengan materi yang sama baik terhadap Suratno maupun Teten. 

Selain itu, juga ada surat planologi 2005 tentang adanya penolakan tersebut dari bupati Arwin. Teten tetap menginginkan diproses izin itu seluas 8.000 Ha dan 1.250 Ha dengan pihak pemohon. Sementara seluas 1.300 milik masyarakat sedangkan1.218 dalam daur tanaman.

Setelah pembacaan surat dakwaan, baik Teten maupun Suratno tidak membantahnya. Tim PH kedua terdakwa, Yusril Sabri, Abdul Heris Rusli dan Hadan Bone juga tidak membantah. "Nanti kita lihat saja dalam pembuktiannya, apakah benar unsur terpenuhi atau tidak," kata Yusril Sabri. 

Yusril mengatakan, surat dakwaan sebanyak 16 lembar yang dibacakan JPU sudah dipahaminya. "Ya, saya tak perlu membantah. Saya lebih kepada pembuktian saja. Nanti dalam pembuktian apakah benar dan unsur terpenuhi, itu berdasarkan pembuktian dan saksi-saksi," kata dia.

Ia menjelaskan, jika dilarikan ke pembuktian ada surat planologi. Menurut dia, sepanjang surat planologi belum dicabut artinya masih berlaku. Sedangkan Suratno terlibat dalam perkara itu sebagai pengaju permohonan izin. "Insyaallah kami siap menghadapi perkara ini. Nanti kami ajukan 13 saksi masing-maisng," kata Yusril.

Yusril cs juga yakin dakwaan yang diajukan JPU terhadap Suratno dan Teten tidak memenuhi unsur. Namun demikian, pihaknya tetap menghargai proses persidangan. "Baik Pak Suratno maupun Pak Teten keduanya sama-sama kooperatif dalam perkara ini, hingga akhir nanti," kata dia.

Sebelum surat dakwaan dibacakan, Hakim anggota Selo Tantular menegur keras JPU. Sebab, JPU yang dipimpin Herlina Samosir itu tampak berbincang kala hakim ketua Roza ElAfrina memberikan selembar kertas berupa kalender sidang.

"Woi," bentak Selo, yang membuat seisi ruangan sidang kaget. Selo menatap tajam tim JPU yang akhirnya mengambil selembar kertas itu.

Sidang perdana tersebut berlangsung lancar. Kedua terdakwa hadir didampingi tim Penasehat Hukum (PH). Dalam surat dakwaan yang dibacakan tim JPU secara bergantian, terhadap terdakwa Suratno dan Teten sama-sama didakwa dengan pasal 263 jo 264 KUHPidana. 

Di luar persidangan, JPU Herlina enggan memberikan keterangan kepada media. Ia meminta media menanyakan langsung ke Kasi Intel Kejari Siak. "Keterangan dari kami minta ke Kasi Intel, kita satu pintu, satu pintu," kata dia.***