PEKANBARU - Anggota DPRD Riau Fraksi PAN, Ade Hartati Rahmat meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau jangan lepas tangan dengan kekacauan data yang mengakibatkan kericuhan di tengah masyarakat terkait bantuan Covid-19.

Hal tersebut disampaikan Ade menanggapi Pemimpin Redaksi (Pemred) GoRiau.com, Hasan Basril dalam diskusi Evaluasi Anggaran Covid-19 bersama dengan Pemprov Riau dan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Kamis (10/9/2020).

Hasan sendiri menceritakan bagaimana gejolak di tengah masyarakat tentang banyaknya masyarakat yang terdampak Covid-19 namun tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

"Ada protes dari Forum RT dan RW di beberapa kecamatan yang menolak bantuan itu. Alasan mereka karena bantuan tidak sesuai data yang diberikan. Mereka merasa dizalimi, banyak data yang diajukan tapi hanya sedikit yang diberikan, bahkan isunya pemerintah pakai data 2015," kata Hasan.

Ade Hartati mengakui, selama bencana Covid-19 melanda Riau memang pemerintah terlihat gagap, baik pemerintah tingkat provinsi maupun kabupaten kota. Ade menegaskan, dia tidak membela Pemprov Riau, tapi kalau didalami persoalan ini terjadi karena pendataan yang tidak maksimal.

"Ketika bencana Covid-19 terjadi, memang ada hal yang tidak clear, yakni pendataan. Ini kewenangan siapa? Ini bukan membela, tapi kita realistis saja, pendataan ada di kabupaten kota, provinsi itu tidak ada masyarakat. Tapi Pemprov jangan lepas tangan, ini adalah gambaran bahwa koordinasi Pemprov dan Pemko Pekanbaru yang kurang baik," ujar Anggota Komisi V DPRD Riau ini.

Diakui Ade, dengan kondisi hari ini, pemerintah tidak tahu siapa yang perlu dibantu karena memang pemerintah tidak sanggup melakukan validasi dan memverifikasi data yang ada, penyebabnya adalah keterbatasan waktu.

"Saya harap Fitra bisa mengeluarkan rekomendasi untuk menyentil Pemkab dan Pemko. Kita ambil contoh Pekanbaru, salah satu tugas PMBRW adalah pendataan, tapi ternyata data mereka beda jauh dari realita lapangan," tuturnya.

Kemudian, Ade bercerita dia pernah bertanya pada Lurah tentang pendataan, karena Ade ingin mencari tahu kemana anggaran Bantuan Keuangan (Bankeu) Provinsi yang bernilai total Rp 100 juta per-kelurahan. Ternyata, Lurah tidak punya data valid.

Pemerintah, kata Ade, juga tidak sepenuhnya salah karena perangkat daerah juga tidak punya kongkrit terkait kondisi masyarakat. Perangkat dibawah selama ini lebih banyak terfokus dengan pembangunan fisik, dan mengenyampingkan data pembangunan manusia.

"Ketika ikut Musrenbang, ternyata tidak ada satupun membawa data, berapa anak usia anak masuk sekolah? Berapa angka putus sekolah? Tidak ada. Yang dibawa adalah data semenisasi, drainase, jadi bagaimana sebenarnya pembangunan SDM manusia?" imbuhnya.***