DUMAI, GORIAU.COM - Sidang lanjutan dugaan pemalsuan tandatangan surat tanah yang berada di Jalan Gatot Subroto--dulunya jalan Raya Bukit Timah--Kelurahan Ratu Sima, Kecamatan Dumai Selatan dengan terdakwa Matio Simatupang, Kamis (10/10/13) di Pengadilan Negeri Dumai berlangsung lancar dan tertib, meskipun sempat tertunda akibat kedatangan tamu dari Mahkamah Agung.

Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Fauzi Isra,SH MH dengan anggota Guntur Kurniayawan,SH dan Evelyne Napitupulu,SH tersebut menghadirkan tiga orang sebagai saksi, masing-masing Edi Siahaan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dumai, Buniarti alias Sibun dan L. Simanjuntak selaku kuasa dari pembeli tanah serta Matio Simatupang (Penjual tanah, red).

Dari keterangan tiga saksi tersebut dianggap terdakwa secara keseluruhan adalah benar dan mereka menyatakan bahwasanya dari tahun 1987 tanah yang dimaksud berdasarkan keterangan dari beberapa warga serta RT setempat memang benar kepunyaan Matio Simatupang dan tidak ada yang mempermasalahkan.

Lalu, saksi Edi Siahaan menyatakan ketika pembeli tanah yakni, Jongga Simanjuntak dan Nelly Herawati Simanjuntak membeli tanah dari Matio Simatupang, mereka langsung turun ke lapangan untuk mengukur tanah tersebut yang disaksikan RT setempat, pihak kelurahan, serta saksi-saksi sempadan tanpa ada satu orangpun yang keberatan.

 

Namun menurut Edi Siahan lagi menyebutkan, pada Februari  2012 saudara Asmudin mengirimkan surat ke pihak BPN agar menunda penerbitan surat Sertifikat tanah untuk Jongga Simanjuntak dan Nelly Herawati Simanjuntak dikarenakan tandatangannya pada surat akta jual beli atas nama dirinya kepada Matio Simatupang adalah palsu.

"Pada saat pengukuran, didapati keterangan masyarakat serta RT setempat, dah pihak kelurahan bahwasanya tanah tersebut sebelumnya memang dimiliki oleh Matio Simatupang dan tidak pernah ada yang mempermasalahkan. Namun, pada bulan Februari 2012, Asmudin tiba-tiba meminta untuk menangguhkan surat tersebut diproses oleh BPN," kata Edi Siahaan kepada majelis hakim.

Begitupun halnya dengan kesaksian L Simanjuntak menjelaskan, saat tanah tersebut dibeli dari Matio Simatupang pada tahun 2011, dirinya bahkan pernah mendengarkan pernyataan Asmudin bahwa memang tanah tersebut telah dijual sebidang tanah dengan ukuran 20 m x 145 m kepada Matio Simatupang.

"Saya pernah mendengar bahwasanya Asmudin memang menjual tanah tersebut kepada Matio Simatupang, jika dari jalan yang lama (Jalan KL. Sira), tanah tersebut terlihat seperti dibelakang tanah milik sempadan lain, namun pada jalan yang telah dibangun sekarang bernama Jalan Gatot Subtorto, tanah tersebut menjadi bagian depan," ungkapnya dengan nada tenang.

Ditambahkan L. Simanjuntak dihadapan majelis hakim, Harefa mantan kapolres Dumai pernah menyatakan kepada dirinya bahwasanya ia memiliki surat tanah tersebut tahun 1983, padahal Harefa masuk ke Kota Dumai pada tahun 1994.

"Dia (Harefa, red) bilang punya surat tanah tersebut tahun 1983, tapi anehnya, dia saja masuk ke Dumai tahun 1994," ujarnya keheranan.

Lebih lanjut L. Simanjuntak menjelaskan, Harefa pernah mengatakan kepada dirinya bahwasanya tandatangan Asmudin pada surat Akta Jual Beli (AJB) tersebut dikatakan palsu. Harefa dengan tegas mengatakan itu palsu karena dirinya seorang mantan polisi.

 

"Padahal tandantangan pada surat tersebut belum dibawa ke Laboratorium Reskrim Medan, dari mana Harefa tahu bahwa tandatangan itu palsu. Seharusnya dia sebagai pensiunan petinggi Polri itu memberi contoh yang baik ke masyarakat, dan bukan malah mengajarkan yang tidak baik kepada masyarakat Dumai," ungkapnya bertanya-tanya.

Istri Harefa, Erlita menurut L Simanjuntak lagi, telah membeli tanah tersebut dari Buyung Salman yang mendapatkan hibah dari Asmudin Ahmad. Lalu, Erlita kemudian mencoba mengurus SKGR di kelurahan, namun pihak kelurahan tidak mau mengeluarkan surat tersebut dikarenakan surat hibah tersebut dinyatakan tidak sah.

"Mereka pernah mengurus surat itu ke kelurahan, namun pihak kelurahan menolak karena surat hibah yang dimiliki Buyung Salman tidak sah dan tidak bisa diproses lebih lanjut," katanya lagi.

Sidang ditunda hingga 24 Oktober 2013 esok dengan agenda mendengarkan 3 saksi yang akan dihadirkan oleh pengacara Matio Simatupang.

Usai persidangan, Pengacara Matio Simatupang, Jones Sitambun, SH menyatakan sebaiknya majelis hakim bertanya kepada saksi untuk mencari kebenaran dan keadilan, minimal mendekati. Namun hal tersebut tidak terlihat saat sidang berlangsung.

"Seharusnya majelis hakim bertanya kepada saksi untuk mencari kebenaran dan keadilan, minimal mendekati," tegasnya.(aeg)