PEKANBARU – Pemerintah Indonesia berencana mengurangi penggunaan elpiji subsidi ukuran 3 Kg dan mengalihkan penggunaan kompor gas elpiji menjadi kompor listrik. Pemerintah juga sudah melakukan uji coba di 3 kota di Indonesia, untuk menilai bagaimana respon masyarakat.

Menanggapi rencana ini, Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Pekanbaru, Andrico Septian mengatakan, belum ada arahan terkait rencana itu di daerah. Pihaknya juga belum menerima informasi apapun.

"Belum ada informasi apapun. Mungkin bisa ditanyakan langsung ke Pertamina, karena kami juga masih akan menanyakannya," ujarnya, Senin (19/9/2022).

Sementara itu, Pjs Area Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut Agustiawan saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya juga belum menerima arahan dari pusat. Ia juga menyebut, rencana pengurangan subsidi elpiji 3 Kg belum dilakukan, termasuk di wilayah Riau.

"Kuota kita masih tetap dan tidak ada pengurangan suplai gas subsidi. Kita ada kuota sebesar 173.383 Mt (Ton) tahun ini. Arahan dari pusat untuk itu juga belum ada," jelasnya.

Sementara itu dikutip dari merdeka.com pada Minggu (18/9/2022), disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengutarakan keseriusan pemerintah dalam melakukan program konversi kompor gas berbahan LPG 3 kg menjadi kompor listrik atau kompor induksi. Namun dia sadar, proses peralihan itu tidak akan bisa berjalan secara instan.

"Diminimalkan (penggunaan LPG 3 kg), tapi ini kan it takes time berapa tahun, supaya kita, mau nggak kita impor barang luar terus, kan ga mau kan?" ujar Menteri Arifin beberapa waktu lalu, seperti dikutip Minggu (18/9).

Dia menjelaskan, beban anggaran dalam melakukan subsidi untuk tabung melon terus membengkak. Sebagai perbandingan, pada 2021 saja realisasi subsidi LPG 3 kg mencapai Rp 67,62 triliun, termasuk kewajiban kurang bayar Rp 3,72 triliun.

Di sisi lain, outlook subsidi BBM dan LPG 3 kg pada tahun ini mencapai angka Rp 149,37 triliun, atau 192,61 persen dari postur APBN 2022. Menurut catatan Kementerian Keuangan, lebih dari 90 persen kenaikan nilai subsidi berasal dari kesenjangan harga jual eceran dengan harga keekonomian LPG 3 kg yang terlampau tinggi. ***