PEKANBARU – Guna meminimalisir persoalan di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Komisi V DPRD Riau meminta Dinas Pendidikan untuk melibatkan sekolah swasta.

Sebagaimana diketahui, PPDB yang dilaksanakan setiap tahunnya selalu menimbulkan masalah seperti transparansi kuota atau daya tampung saat PPDB, sampai persoalan peserta didik jalur afirmasi atau kurang mampu.

Poin-poin itu disampaikan Komisi V DPRD Riau kepada Disdik, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin, Kamis (16/6/2022)2, agar menjadi perhatian saat PPDB mendatang.

Sekolah swasta, menurut Wakil Ketua Komisi V DPRD Riau Karmila Sari, harus dilibatkan penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) dan Petunjuk teknis (Juknis) PPDB setiap tahun.

"Komisi V juga meminta Disdik untuk transparan dengan daya tampung sekolah negeri dan berkomitmen untuk tidak menambah kuota PPDB," kata Karmila.

Selain itu, Komisi V juga meminta Disdik supaya membuat formulasi yang sesuai terkait besaran dana Bantuan Operasional Daerah (Bosda) yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

Jika memungkinkan kuota afirmasi atau jalur bagi anak kurang mampu 30 persen pada sekolah swasta dibiayai dengan Bosda penuh. Artinya, sama besarannya dengan sekolah negeri.

"Harus ada kesetaraan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta terutama dengan melibatkan sekolah swasta dalam kegiatan-kegiatan resmi Disdik Riau," kata dia.

Kemudian, Komisi V meminta Disdik untuk memberikan informasi dan memfasilitasi sekolah swasta untuk mendapatkan bantuan pemerintah seperti dana alokasi khusus (DAK) dan bantuan lainnya dengan berkoordinasi dengan MKKS sekolah swasta.

Sementara itu, Anggota Komisi V DPRD Riau, Ade Hartati Rahmat juga menjelaskan, permasalahan di sekolah swasta beberapa tahun ini adalah kurangnya siswa. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja.

"Pola pikir kita sekarang masih bertumpu kalau sekolah itu ya sekolah negeri. Untuk memacu agar geliat sekolah swasta kemudian juga mutunya juga terjaga tentu ini harus ada intervensi dari pemerintah," kata Ade.

Kata Ade, dalam pertemuan itu, Ia juga menyarankan kebijakan 30 persen anak afirmasi yang tidak tertampung di sekolah negeri dan ditampung di sekolah swasta itu harus disertai dengan kebijakan untuk mendapatkan Bosda full. Selama ini, Bosda untuk anak sekolah swasta itu hanya sekitar Rp400 ribu per siswa, per tahun.

"Ini kita dorong bagaimana anak tidak mampu yang bersekolah di sekolah swasta, 30 persen dari anak tidak mampu itu mendapatkan kebijakan Bosda full sebesar Rp1,6 juta per siswa, per tahun sehingga si anak tidak lagi nanti dipungut baik dari uang komite, uang ujian dan segala macam," paparnya.

Menurut Ade, sekolah swasta berkomitmen untuk itu. Kemudian juga, pendidikan ini merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan swasta. Walaupun swasta sebagai penyelenggara kan tidak menutup bahwa ada tanggungjawab pemerintah.

Terkait DAK, bagaimana sekolah swasta juga diintervensi dengan anggaran dari APBN. Soal ini butuh pemetaan dari Disdik, sehingga mutu pendidikan ini benar-benar berkeadilan.

"Ke depan untuk menyamaratakan mutu ini Riau mungkin perlu meniru Yogyakarta, dengan melakukan standar sendiri terkait mutu. Sehingga dari sana kita bisa evaluasi kebijakan apa saja yang memang dibutuhkan untuk seluruh sekolah. Tidak hanya negeri, tapi juga swasta. Karena kan sama, bebannya sama, mendidik anak-anak," papar Ade. ***