PEKANBARU - Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengecam pernyataan Komandan Lanud Roesmain Nurjadin Pekanbaru Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi terkait gugatan citizen lawsuit masyarakat ke pemerintah yang motori Lembaga Adat Melayu Riau.

Sebelumnya dalam Rakor Pemadam Kebakaran Hutan dan Lahan di Lanud Rosemin Nurjadin, Jumat (18/3/2016), Henri Alfiandi menyatakan tidak pantas masyarakat Riau yang mencerminkan budaya Melayu yang madani menggugat pemerintah.

Menurut Henri, seharusnya LAM Riau turut bersama pemerintah berperan aktif mengajak masyarakat menghentikan budaya membakar lahan. Kebakaran lahan bukan keinginan pemerintah, melainkan karena budaya orang Melayu Riau yang suka membakar lahan.

"Presiden Jokowi memerintahkan TNI untuk memadamkan api, bukan bikin statemen menyudutkan rakyat melakukan gugatan asap, bahkan menyebut orang Melayu pembakar hutan dan lahan," kata Koordinator Jikalahari, Woro Suparitinah.

Mestinya, lanjut Woro, Danlanud berterima kasih kepada rakyat Riau yang mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan Karhutla dan asap secara tuntas dan tidak menjadikan TNI menjadi pasukan pemadam kebakaran.

Hasil investigasi Jikalahari, satu diantaranya, pelaku pembakar hutan dan lahan sesungguhnya yang menginsipirasi, sengaja atau tidak adalah perusahaan sawit.

Modusnya, cukong-cukong menyuruh warga merambah kawasan hutan, lantas menyuruh warga membakar hutan dan lahan ditanami sawit lalu menjaga lahan tersebut hingga panen.

"Cukong memerintahkan warga untuk merambah kawasan hutan dan lahan korporasi dengan dalih klaim adat dan klaim keperdataan, lantas mereka bakar dan tanami sawit," jelas Woro lagi.

Karena pernyataan Danlanud yang dinilai menyinggung, Jikalahi meminta agar Presiden dan Panglima TNI untuk memanggil yang bersangkutan. Karena pernyataan itu dinilai melanggar Instruksi Presiden dalam Rakornas Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Istana Negara tertanggal 18 Januari 2016 lalu.

Jikalahari juga mendesak LAM Riau memberi sangsi adat kepada Henri Alfiandi karena menyebut kebiasaan orang Melayu membakar hutan dan lahan.

"Temuan Jikalahari sejarah pembakaran hutan dan lahan sangat masif dan tak sesuai dengan budaya Melayu sejak korporasi HTI dan sawit beroperasi di Riau," katanya.

Apalagi, lanjut dia, budaya Melayu menyebut hutan tanah bagi orang Melayu bersebati dan saling berkait. Bahkan hutan dan hutan tanah adalah marwah Melayu.

Sementara Kordinator Riau Coruption Trial, Made Ali menyarankan agar Danlanud untuk melihat dan membaca kasus-kasus Karhutla yang sudah dihukum di seluruh pengadilan negeri di Riau.

"Kalau tidak punya bahannya, saya akan kirimkan ke Marsekal Pertama TNI Henri Alfiandi," kata Made Ali.(rls)