KEBERSAMAAN demi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dibangkitkan agar nasib kita tidak serupa dengan negara berkembang lainnya di dunia. Biasanya negara berkembang ini begitu mudah disulut menjadi negara kacau akibat perpecahan di dalam. Ini juga bakal terjadi di negara kita ini.

Pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014 akan menjadi momentum kebangkitan persatuan dan bangsa yang mulai terkotak-kotak oleh berbagai kepentingan. Jika saat ini aroma politis sangat kental, karena tahun ini merupakan tahun politik.

Menurut pengamatan penulis, Pilpres bisa menjadi pintu masuk kekacauan di negara ini. Karena beragama kepentingan tokoh-tokoh di negara ini untuk meraih jabatan menjadi presiden menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono yang sudah dua periode memimpin negara ini (2004-2009 dan 2009-2014).

Tentunya tidak banyak yang bisa melakukan kekacauan dalam pilpres mendatang. Tapi kita harus selalu waspada dan harus kembali ke khitah, yakni berpikir dalam kerangka NKRI. Dari sekarang hendaknya menyadari diri untuk apa pendiri bangsa ini selalu memproklamirkan kemerdekaan dalam pikiran NKRI.

Jika, pilpres mengalami kekacauan, banyak pihak yang bertepuk tangan bahkan mencibir kondisi kita. Bahkan selain itu, mereka juga dengan semangat kemenangan menyambut kekisruhan yang terjadi.

Sebagai warga negara jangan mudah terhasut dan terprovokasi akan isu yang macam-macam. Berpikirlah sebelum bertindak, karena ini akan bisa membuat kita mengerti akan hal yang terjadi.

Kekacauan dalam pelaksanaan pilpres tentunya mudah terjadi. Disini banyak kepentingan dari calon-calon yang maju dalam pilpres. Apalagi dalam pencalonan tersebut juga diboncengi oleh kepentingan negara-negara asing. Meski ini sulit dibuktikan, tapi aroma itu tercium hingga saat ini.

Jika saja bisa menyatukan tekad, kita harus terus melangkah kedepan dan mewujudkan hal-hal yang memperbaiki bangsa ini, kita tidak perlu dan sungguh tidak berguna jika melukai diantara kita sendiri.

Persoalan dalam negeri sendiri sudah ada termasuk masih rendahnya tingkat pendidikan , kesehatan dan masih sulitnya membuka serta mengembangkan usaha usaha rakyat yang sederhana tetapi bisa menghidupi tetapi semuanya itu adalah bagian dari proses berbangsa yang harus terus disempurnakan sesuai dengan tantangan zamannya.

Ketika kita belum puas tidak ada gunanya juga menghancurkan diri sendiri. Banyak contoh yang kita bisa lihat, contoh di Iran yang mungkin belum cukup bukti adanya intervensi asing tetapi contoh di Irak, Pakistan dan Thailand sudah cukup membuktikan bahwa kemelut politik hanya akan membawa kepada kehancuran bangsa.

Dan masih banyak contoh diberbagai belahan dunia negara negara yang hancur lebur karena berhasilnya proses pemecahan belahan dan tidak kuatnya solidaritas didalam negerinya ketika ancaman itu datang dan meledak.

Mungkin yang perlu kita ingat adalah, bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya atas rahmat allah swt dan kita bersyukur bangsa Indonesia mampu mentranformasikan perubahan tuntutan zaman kepada sistim ketatanegaraan dan relasi yang ada seiring dengan perubahan yang terjadi walaupun semua itu akan terus berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Semoga kita bangsa Indonesia semakin cerdas, cermat dan waspada serta mampu melakukan antisipasi sehingga bangsa dan negara Indonesia selalu dapat memperbaiki dirinya dan secara nyata menjadi pusat peradaban dunia.

Yang jelas saat ini adalah betapa besar kecintaan kita ke negara ini. Jika kita cinta dan sayang, marilah sama-sama kita menjaganya dan menggunakan hak pilih pada Pilpres tahun ini. Harapan hanya satu, pilpres harus berjalan aman dan lancar.

Tentunya kepada capres-cawapres dan pendukungnya penulis memiliki harapan agar jangan menyulut perpecahan. Bertarunglah yang santun, berbeda pendapat boleh asalkan sama-sama memahami bahwa kita semuanya warga negara yang baik, menjaga kebersamaan dalam kerangka NKRI. Pasti kita tidak mau dicibir negara lainkan? Amril Jambak adalah peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI).