JAKARTA, GORIAU.COM - Polusi kabut asap yang saat ini terjadi di Provinsi Riau dan sekitarnya telah menganggu kegiatan operasi industri hulu migas. Ratusan sumur minyak harus ditutup dan potensi produksi telah hilang setidaknya sebesar 12.000 barel minyak per hari (BOPD) semenjak hari Rabu 11 Maret 2014 lalu.

"Kondisi ini sangat memprihatinkan. Apabila terus berlanjut seperti ini, produksi minyak nasional akan ikut terancam mengingat Riau menjadi salah satu tulang punggung produksi minyak nasional," ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Handoyo Budi Santoso dalam keterangan tertulis, Minggu (16/3/2014).

Potensi produksi yang hilang terbesar berasal dari Wilayah Kerja Rokan yang dioperasikan oleh PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). Kualitas udara yang buruk membuat PT CPI harus melakukan perawatan darurat terhadap North Duri Cogen dan menyebabkan penurunan daya (power shedding) sebesar 70 mega watt (MW).

Sebanyak 573 sumur harus ditutup dan 19 unit pompa untuk injeksi air harus ditutup akibat power shedding ini. Selain itu beberapa kegiatan konstruksi dan perawatan fasilitas produksi terpaksa dihentikan karena minimnya jarak pandang di area kegiatan tersebut.

"Hal ini menyebabkan kehilangan potensi produksi sebesar 8.800 BOPD dari wilayah kerja ini," ujar Handoyo.

Dia menambahkan penghentian ini juga akan mengakibatkan kenaikan biaya operasional rig karena sampai saat ini tercatat penundaan operasi pengeboran setidaknya sudah terjadi selama 800 jam dari 15 rig.

Gangguan operasi juga dialami oleh PT BOB- Bumi Siak Pusako yang mengoperasikan Wilayah Kerja Coastal Plains and Pekan Baru (CPP). Potensi produksi yang hilang akibat gangguan di wilayah kerja CPP ini mencapai 4.000 BOPD.

Kabut asap juga mempengaruhi kegiatan operasi pada wilayah kerja Malacca Strait yang dioperasikan oleh EMP Malacca Strait dengan kehilangan potensi produksi sebesar sekitar 7.000 barel (kumulatif).

"Kami berharap semua pihak bisa saling bekerja sama untuk segera mengatasi masalah ini supaya gangguan terhadap produksi tidak berlangsung semakin lama," ujar Handoyo. ***