JAKARTA, GORIAU.COM - Pelaku usaha mengaku kini tengah mengantisipasi dampak kekeringan yang disebabkan gejala El Nino yang diprediksi dapat mengganggu proses pembungaan dan pembuahan pada komoditas kelapa sawit.

Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun menilai untuk dapat melakukan pembungaan dan pembuahan, kelapa sawit memerlukan banyak air, sedangkan saat El Nino kelembaban udara berkurang. "Kalau El Nino-kuat, pengaruhnya bisa besar sekali. Kalau El Nino lemah itu mungki berpengaruh menurunkan produksi 2-3 persen," kata Derom di Jakarta, Kamis, 18 Juni 2015.

Kendati demikian, Derom menjelaskan pada umumnya dampak El Nino tidak terlihat pada produksi saat kekeringan tersebut terjadi. Pada umumnya, dampak terasa saat tandan buah segar mulai matang, ditandai dengan penurunan bobot.

Menurut Derom, bobot tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yangtelah matang pada umumnya sekitar 25 kilogram.  Jika elnino kali ini diprediksi lemah, maka bobot TBS yang kini tengah dalam masa pembungaan atau penyerbukan dan diproduksi sekitar tahun depan diprediksi sekitar 24 kilogram.

"Kadang-kadang pengaruhnya itu memang terjadi dalam enam bulan kemudian, ada juga yang sampai tahun berikutnya karena misalnya saat ini pembentukan bunganya atau penyerbukannya terganggu," jelas Derom.

Dia menuturkan dampak El Nino besar pernah menurunkan produksi sawit nasional 20%-30% pada 1998 lalu. Seperti diketahui, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) meramalkan El Nino terjadi selama Juni hingga November mendatang.

El Nino merupakan gejala penyimpangan kondisi laut yang ditandai dengan meningkatnya suhu permukaan laut (sea surface temperature-SST) di Samudera Pasifik sekitar ekuator (equatorial pacific), khususnya di bagian tengah dan timur (sekitar Pantai Peru), Kamis, 18 Juni 2015

Deputi Meteorologi BMKG Yunus Subagyo sebelumnya menyampaikan selama bulan Juni El Nino masih terpantau lemah. El Nino akan mulai moderat pada Juli, dan semakin menguat selama Agustus hingga November.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyampaikan dia memprediksi El Nino bahkan berdampak pada penurunan produksi minyak sawit hingga 8 persen ke level 2,3 juta ton dari rata-rata per bulan 2,5 juta ton.

"Kalau El Nino itu produksi bisa sekitar 2,3 juta ton per bulannya. Perkiraan kami produksi akan drop selama tiga bulan. Kalau Agustus itu cuaca kering, mulai September produksi sudah turun, berlanjut Oktober-November. Nanti Desember akan naik lagi," jelas Sahat.

Dengan proyeksi penurunan produksi tersebut, Sahat memprediksi harga CPO akan terkerek tipis ke level USS7300 di bursa Rotterdam. Kendati BMKG menyatakan El Nino telah dimulai Juni ini, Sahat menyampaikan di beberapa daerah produksi kelapa sawit masih mendapatkan air cukup. Di Sumatera misalnya, hujan masih turun cukup wajar.***