PEKANBARU, GORIAU.COM - Wajar jika masyarakat menyuarakan keinginan pemerintah daerah merebut pengelolaan Blok Kampar tersebut dari PT Medco EP. Pasalnya, perusahaan tersebut sudah lebih kurang 30 tahun menggarap ladang minyak dengan 1.800 barel per hari tersebut.

Masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu selama ini hanya menjadi penonton bagi perusahaan yang menggarap ladang minyak mereka. Dari semua keinginan yang disampaikan masyarakat tersebut, hanya satu yang paling mereka tonjolkan.

Yakni kepedulian perusahaan bagi kesejahteraan dan pembangunan daerah sekitar produksi mereka. Tokoh Masyarakat Pelalawan, Tengku Zulmizan pada saat pertemuan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, Bupati Pelalawan Harris, Komisi VII DPR RI serta sejumlah Satuan Perangkat Tata Kerja (SKPD) terkait menyampaikan kondisi tersebut secara tegas.

"Sudah saatnya pemerintah daerah bersikap tegas dan mengambil alih pengelolaan Blok Kampar dari PT Medco yang tidak memberikan kontribusi kesejahteraan ekonomi dan pembangunan bagi masyarakat di sekitarnya," kata Zulmizan.

Hasil pertemuan dengan Komisi VII DPR RI pada Senin (30/6/2014) ternyata juga belum membuahkan hasil. Belum ada pembicaraan yang mengarah kepada penguatan Pemkab Pelalawan-Inhu dan Pemprov Riau menjadi pengelola Blok Kampar ke depan.

PT Medco sudah menggarap ladang minyak yang berada di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu tersebut selama kurang 30 tahun. Saat ini ladang minya tersebut menghasil 1.800 barel minyak per hari.

Jika dikalkulasikan, ladang minyak tersebut menghasil Rp2,1 miliar per harinya. Untuk itu, masyarakat bersama Pemkab setempat sangat ingin ladang minyak tersebut bisa dikelola sendiri dengan memaksimalkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Keinginan daerah untuk mengelola Blok Kampar sudah digulirkan sejak tahun 2012. Namun sejak berakhirnya pengelolaan oleh PT Medco sejak 5 Juli 2013 lalu, dengan alasan belum kompetennya SDM Daerah.

Pengelolaan oleh PT Medco terus diperpanjang, hingga Juni 2014 dan kini diperpanjang kedua kalinya Juni-Desember 2014. Untuk itu, masyarakat tempatan menyuarakan agar pemerintah daerah sudah saatnya mengambil alih pengelolaan ladang minyak tersebut.***