JEMBER - MD (32), warga Desa Paduman, Kecamatan Jelbuk, Jember, Jawa Timur, menghajar DA (30) menganiaya DA (30) hingga mengalami luka cukup parah.

Dikutip dari detik.com, MD menganiaya DA karena emosi memergoki pria tersebut meniduri istrinya, KR (29)

Kepala Desa Panduman, Winarko mengatakan, peristiwa perselingkuhan berbuntut penganiayaan itu terjadi pada Senin (18/3) pagi, sekitar pukul 04.00 WIB.

"Kejadian itu terjadi kemarin, sehabis sahur," kata Winarko, Selasa (19/3/2024).

Dituturkan Winarko, kejadian itu berawal dari adanya perselisihan antara MD dan istrinya, KR, yang menyebabkan keduanya tak lagi serumah. Bahkan keduanya saat ini sedang mengurus proses cerai.

"Entah bagaimana, tiba-tiba suami KR ini mendatangi rumahnya dan mendapati istrinya sedang tidur bersama laki-laki lain," terang Winarko.

"Karena terlanjur emosi saat melihat istrinya ditiduri pria lain, akhirnya terjadilah penganiayaan itu," sambungnya.

Sambung Winarko, MD menghajar DA dengan membabi buta. Bahkan kepala korban sampai terluka hingga bercucuran darahnya.

"Sepertinya korban itu dipukuli di kepala, entah pakai apa. Tapi sepertinya memang ada luka robek dan darah yang keluar sangat banyak," ujarnya.

Tak berselang lama, lanjut Winarko, kericuhan yang terjadi antara DA dan MD itupun memancing warga sekitar berdatangan. Bahkan Babinkamtibmas dan Babinsa juga datang ke lokasi.

"Bahkan Babinkamtibmas dan Babinsa juga datang ke lokasi kejadian. Beruntung kericuhan ini tidak sampai menyebar," bebernya.

Korban yang mengalami luka cukup parah di bagian kepala, langsung dibawa ke Puskesmas.

Kapolsek Jelbuk Iptu Brisan Iman Nulla membenarkan adanya kericuhan yang terjadi antara DA dan MD di rumah KR. Namun, bahwa pihak korban maupun pelaku tidak ada yang membuat laporan ke kepolisian.

"Jadi kasus itu memang terjadi pada Senin pagi kemarin. Karena tidak ada laporan yang masuk ke kami, kemungkinan kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan oleh pelaku maupun korban," ujarnya.

Penyelesaian secara kekeluargaan itu dimediasi perangkat desa setempat. Keduanya pun akhirnya bersepakat damai dengan menandatangani surat perjanjian bermaterai.

"Dengan penandatanganan surat itu, keduanya diminta untuk tidak mengulangi perbuatan yang dapat memicu mengganggu ketertiban umum itu," pungkas Brisan.***