"KONDISI perekonomian global masih diliputi ketidakpastian global sampai dengan akhir tahun ini”. Statement tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN tanggal 15 Desember 2023 (Kemenkeu.go.id, 15/12/2024).

Hal ini membuat kita bertanya-tanya tentang bagaimana kondisi perdagangan luar negeri, khususnya ekspor Provinsi Riau di tengah ketidakpastian global tersebut.

Perdagangan luar negeri atau perdagangan internasional merupakan kegiatan jual beli yang dilakukan oleh dua negara atau lebih dengan kesepakatan bersama. Biasanya perdagangan luar negeri terjadi melalui kegiatan ekspor dan impor. Penjualan barang atau jasa keluar negeri dikenal dengan istilah ekspor. Sedangkan impor adalah pembelian barang atau jasa dari luar negeri.

Ekspor merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi suatu negara. Karena, dari ekspor perekonomian atau pendapatan suatu negara bisa bertambah. Selain itu, dari kegiatan ekspor juga akan membuka lapangan pekerjaan yang cukup luas sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Demikian pula pajak yang masuk melalui transaksi ekspor juga bisa menjadi tambahan cadangan devisa negara.

Akan tetapi, kita mesti berhati-hati juga dengan barang-barang atau komoditas yang akan diekspor. Jangan sampai komoditas-komoditas yang diekspor malah akan membuat kelangkaan barang atau komoditas itu sendiri di dalam negeri.

Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki ekspor yang “bedelau” (bersinar) di antara provinsi lainnya di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari nilai ekspor Riau dalam 2 tahun terakhir yang selalu masuk dalam lima besar provinsi dengan ekspor tertinggi.

Pada tahun 2022 nilai ekspor Riau mencapai US$ 22,50 miliar atau memiliki share sebesar 7,74 persen terhadap ekspor nasional dan menempatkan Riau di posisi keempat sebagai provinsi dengan nilai ekspor tertinggi. Sedangkan tahun lalu, nilai ekspor Riau menempati posisi kelima secara nasional dengan nilai ekspor sebesar US$ 18,87 miliar dan share terhadap nasional sebesar 7,49 persen (BPS, 2024).

Data-data tersebut menunjukkan betapa luar biasanya produk-produk yang dihasilkan Provinsi Riau, karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi dan dapat dijual ke berbagai negara.

Ekspor Riau Menurun

Namun, pada periode satu tahun terakhir terlihat nilai ekspor Riau sedang “merana” atau mengalami trend penurunan. Pada tahun 2023 tercatat nilai ekspor Riau turun sebesar US$ 3,63 miliar.

Meskipun ada beberapa golongan barang yang mengalami kenaikan, akan tetapi beberapa komoditas atau golongan barang andalan yang sering menjadi tumpuan untuk mendulang nilai jual yang tinggi, pada tahun 2023 mengalami penurunan yang cukup dalam.

Sebut saja berbagai produk kimia dan bahan kimia organik menjadi dua golongan yang mengalami penurunan nilai ekspor cukup tinggi. Tercatat, dari kedua golongan barang tersebut, pada tahun 2023 terjadi penurunan nilai ekspor hingga mencapai US$ 1,2 miliar.

Turunnya nilai pada kedua golongan ini tidak lepas dari pengaruh ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Mulai dari perang dagang Amerika dan China, masih banyak negara-negara yang terus berjuang untuk keluar dari resesi setelah pandemi Covid 19 hingga konflik-konflik antarnegara di berbagai wilayah, yang membuat nilai jual atau harga golongan kedua barang tersebut di pasar global menjadi turun.

Penurunan yang paling dalam selama tahun 2023 terjadi pada golongan barang lemak dan minyak hewan/nabati, yang menjadi tulang punggung ekspor Provinsi Riau. Golongan yang di dalamnya terdapat komoditas kelapa sawit, crude palm oil (CPO), kernel serta turunannya ini,mengalami penurunan yang sangat dalam, yakni turun sebesar US$ 2,78 miliar dibandingkan 2022. Hal ini tidak lepas dari turunnya harga jual CPO dan kernel di pasar global.

Selain itu harga CPO dan kernel di domestik juga mengalami penurunan. Harga jual CPO pada tahun 2022 secara rata-rata mencapai Rp12.600 per kilogram, sedangkan pada tahun 2023 turun menjadi Rp11.100 per kilogram. Hal yang sama terjadi juga pada kernel yang harga jualnya pada tahun 2022 rata-rata mencapai Rp8.300 per kilogramnya, sedangkan pada tahun 2023 turun menjadi Rp5.600 per kilogramnya.

Kebijakan pembatasan ekspor, yakni pada komoditas CPO, juga menambah “babak belurnya” ekspor komoditas ini.

Kelangkaan minyak goreng yang terjadi dalam negeri pada Mei 2022 membuat pemerintah harus menahan, bahkan sempat menyetop ekspor CPO yang menjadi salah satu bahan baku pembuatan banyak produk tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dampak buruk dari ekspor yang sudah dijelaskan di awal, yakni barang yang diekspor bisa saja mengalami kelangkaan di dalam negeri.

Upaya Meningkatkan Ekspor Riau

Bila penurunan ekspor ini terus dibiarkan, maka akan berpengaruh terhadap perekonomian di Riau. Perekonomian Riau pada tahun 2023 juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Selama tahun 2023 pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 4,21 persen. Nilai tersebut mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 sebesar 4,55 persen. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan untuk meningkatkan ekspor Provinsi Riau.

Meningkatkan/memperluas pangsa pasar serta menambah komoditas-komoditas yang berpotensi untuk dilakukan ekspor bisa menjadi salah satu alternatif. Komoditas-komoditas unggulan yang masih bisa dilakukan hilirisasi, perlu didorong dan didukung oleh pemerintah untuk dilakukan hilirisasi agar nilai jualnya semakin tinggi.

Misalnya, dari komoditas sawit yang saat ini baru sampai pengolahan CPO dan kernel saja, bisa diolah lagi menjadi minyak goreng, sabun, shampo, deterjen, biodiesel dan produk produk hilirisasi lainnya yang tentu saja akan menambah nilai jual produk tersebut, yang pada akhirnya menambah nilai ekspor.

Produk sagu yang menjamur di Kepulauan Meranti juga bisa menjadi salah satu komoditas yang hilirisasinya masih bisa menjadi nilai tambah. Dengan produk akhir seperti mi sagu dan kue kering akan menambah nilai jual dari komoditas sagu. Masih banyak komoditas lainnya memiliki potensi ekspor.

Selain itu perlu adanya simplifikasi atau kemudahan pengurusan izin bagi para eksportir yang ingin melakukan ekspor. Karena “ribetnya” pengurusan perizinan akan menambah biaya produksi dan memakan waktu yang cukup lama. Bila pengurusan izinnya dipermudah, tentunya akan berdampak pada kenaikan nilai ekspor.

Upaya selanjutnya melalui penambahan kapasitas dan perbaikan pelabuhan-pelabuhan ekspor di Riau. Banyaknya pelabuhan ekspor di Riau yang belum “memadai” menjadi penghambat jalannya ekspor.

Pada April 2022, ekspor cangkang sawit melalui pelabuhan Buton di Siak, hampir tidak bisa dilakukan shipment. Sebab, dermaga di pelabuhan Buton hanya berukuran 220 meter, pada saat bersamaan dilakukan pula pemuatan paper roll yang memakan waktu hingga 2 minggu.

Karena itu, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan perbaikan di pelabuhan-pelabuhan yang berpotensi besar untuk menjadi tempat ekspor. Dengan penambahan ataupun perbaikan kapasitas di pelabuhan-pelabuhan, akan mengurangi waktu bongkar muat sehingga biaya produksi juga dapat ditekan.

Bila beberapa hal tersebut dilakukan, diperkirakan nilai ekspor Riau ke luar negeri akan kembali meningkat yang pada akhirnya mendorong perekonomian di Riau semakin baik.

Semoga ekspor Riau kembali meningkat dan perekonomian Riau dapat tumbuh dengan tinggi.

”Tidak ada bangsa yang pernah bangkrut karena perdagangan" (Benjamin Franklin). ***

M Nata Kesuma adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Provinsi Riau.