PEKANBARU - Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) mendesak pemerintah daerah dan aparat terkait untuk menutup rumah makan babi panggang karo (BPK) dan warung-warung tuak yang beroperasi di wilayah Riau.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum FKPMR, DR Chaidir guna menyikapi semakin maraknya keberadaan rumah makan BPK dan non halal maupun warung-warung tuak, tempat hiburan, tempat praktik maksiat, LGBT, dan peredaran narkoba di wilayah Provinsi Riau pada akhir-akhir ini.

Bahkan, untuk menyampaikan desakan kepada pemerintah ini, FKPMR pun telah duduk bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Komando Ulama Riau dan Forum Anti Maksiat Kota Pekanbaru, pada Selasa (31/1/2019) kemarin, bertempat di Sekretariat FKPMR.

"Keberadaan rumah makan non halal, BPK dan tempat hiburan malam telah menimbulkan keresahan dan ketidaknyamanan masyarakat negeri melayu Riau. Hal ini juga berpotensi mengganggu dan mencederai kondusifitas masyarakat yang sebenarnya sudah baik. Kami mendesak pemerintah untuk menutup rumah makan BPK, non halal dan warung-warung tuak yang beroperasi di wilayah Riau," kata Chaidir kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Rabu (1/1/2020).

Ia juga kembali mengingatkan, bahwa Riau merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang masih sangat memegang teguh norma-norma agama, adat dan budaya melayu Riau yang bersendikan syara' dan syara' bersendi Kitabullah atau Al Qur'anul Karim.

Hal tersebut ditegaskan lagi dengan menetapkan dan membuat konsensus politik tentang visi dan misi provinsi Tahun 2020 (Perda Nomor 36 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Provinsi Riau, terakhir dengan Perda Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan Perda Nomor 9 Tahun 2009 tentang RPJPD Provinsi Riau Tahun 2005-2025), yakni mewujudkan "Provinsi Riau sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu di dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin, di Asia Tenggara Tahun 2025".

"Sejatinya masyarakat yang bertempat tinggal di Riau yang heterogen (beragam kaum), patutlah menjunjung tinggi norma adat dan budaya melayu Riau tersebut sebagaimana pepatah 'dimana bumi di pijak, di situ langit di Junjung'," ujarnya.

Chaidir yang juga mantan Ketua DPRD Provinsi Riau dua periode ini pun menegaskan, bahwa kerukunan antar etnis dan umat beragama merupakan harapan setiap masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Provinsi Riau. Dan kerukunan ini dapat diwujudkan jika semua pihak memiliki komitmen yang nyata yang dilandasi dengan timbang rasa toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam ikatan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945.

"Untuk itu, kami juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga iklim kondusif di Riau, dengan tetap mempererat toleransi antar etnis dan umat beragama. Serta menghindari bentuk-bentuk kegiatan yang dapat memicu munculnya benih-benih keresahan dan ketidakharmonisan dalam masyarakat," imbuhnya. ***