PEKANBARU - Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Agus Salim akhirnya hanya bisa pasrah melihat lapaknya dibongkar, Kamis (18/11/2021) sore. Penertiban PKL tersebut berjalan dengan lancar, meskipun sempat menuai protes dari pedagang karena tempat relokasi yang dianggap kurang sesuai.

Ketua Asosiasi Pedagang Seluruh Indonesia (APSI) Pasar Pusat, Armendi mengaku mengeluhkan sikap pemerintah. Pasalnya, sebelum pembongkaran dan diberi surat, para pedagang tidak pernah dilibatkan.

"Kami tidak pernah dilibatkan dalam permasalahan ini, yang katanya jalan ini mau jadi seperti Malioboro ala Pekanbaru. Kalaupun ada, itu hanya segelintir saja," ujarnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa pemerintah menyebutkan dalam surat peringatan, bahwa pasar itu tidak resmi atau melanggar aturan, padahal para pedagang dipungut retribusi. Pasar Agus Salim ini juga sudah cukup lama beroperasi.

"Di dalam surat itu dikatakan ilegal, pasar tidak resmi. Kalau tidak resmi, tapi kami membayar retribusi Rp2 ribu satu hari. 500 pedagang dikali Rp2 ribu satu orang. Kita bayar retribusi setiap hari ke Disperindag," jelasnya.

Ia mengakui, jika berdasarkan Perda memang tidak dibenarkan untuk berjualan dan membuka lapak diatas trotoar. Namun, pedagang mempertanyakan kenapa baru sekarang dilakukan pembongkaran.

"Kenapa baru sekarang. Sementara ini sudah 20 tahun lebih," paparnya.

Ia menyebut, para pedagang kecewa dengan pemerintah Kota Pekanbaru yang membuat ikon, seperti Malioboro. Sementara pasar ini kondisinya tidak memadai, karena pada malam hari sepi.

"Setidaknya kami minta kepada Pemko Pekanbaru carikan solusi yang tepat untuk pedagang. Kami juga memberikan pemasukan bagi PAD, binalah kami. Kami juga menyumbang PAD Rp360 juta setahun, kurang lebih sama dengan STC," pungkasnya. ***