PEKANBARU, GORIAU.COM - Hampir di seluruh wilayah Indonesia, aksi demontrasi mengutuk dan memprotes kekejaman yang dilakukan oknum TNI AU di Pekanbaru terhadap wartawan yang meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di Pandau Permai, Kampar Riau. Aksi solidaritas ini pemerintah bertindak tegas terhadap oknum yang melakukan dan juga ikut mengawal pelaksanaan tugas-tugas jurnalistik yang dilindungi oleh UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Di Pekanbaru, di kota tempat terjadi peristiwa, semua organisasi wartawan baik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Persatuan Jurnalistik Indonesia (PJI), Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI). Solidaritas untuk Wartawan (Sowat) Riau turun melakukan aksi demo pagi hari. Aksi dilakukan di Tugu Zapin, dlam aksinya, mereka meminta keadilan serta memberikan kebebasan dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Aksi sekitar setengah jam ini kemudian dilanjutkan ke DPRD Riau. Dan di DPRD, Ketua DPRD Riau Djohar Firdaus berjanji akan segera memanggil Danlanud Pekanbaru, Kol (Pnb) Bowo Budiarto secepatnya untuk mempertanyakan kasus pemukulan yang dilakukan anak buahnya terhadap para wartawan.

Direncanakan, pemanggilan Danlanud ini Melalui lintas Forkompida. Saat itu para pimpinan di DPRD Riau termasuk Wagubri HR Mambang Mit sedang melakukan pembicaraan. Tidak lama berselang, usai menggelar pertemuan, hasilnya akan memanggil Danlanud dalam satu atau dua hari ini.

Ketua Sowat Riau, Syahnan Rangkuti mengatakan, pihaknya meminta kepada para wakil rakyat saat pemanggilan Danlanud nanti tidak dilakukan di luar gedung DPRD Riau. Dewan juga diminta tidak memberikan janji-janji palsu. Karena itu, diharapkan rencana pemanggilan Danlanud tersebut dapat direalisasikan.

Pada kesempatan itu, sejumlah korban kekerasan yang dipukul TNI-AU seperti Robi dari RTV, Ryan Antara serta Didik dari Riau Pos menceritakan bagaimana detik-detik keberingasan aparat saat di lokasi kejadian.

Selain unjuk rasa dilakukan para wartawan, di Kampar aksi serupa dilakukan kalangan mahasiswa. Mahasiswa Kampar Anti Kekerasan turun aksi ke jalan menyampaikan aspirasi mengutuk tindakan kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oknum Tentara Nasional Inonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) Pekanbaru.

''Siang ini kita turun di Bundaran depan Balai Pendopo Bupati Kampar sebagai bentuk menuntut anti kekerasan di bumi NKRI,'' ungkap salah seorang mahasiswa Kampar.

Dikatakannya, aksi ini terlepas siapa yang dikerasi. Yang terpenting ia mengutuk tindakan kekerasaan yang terjadi di Bumi NKRI. Apalagi kekerasaan itu dilakukan oleh anggota TNI yang seharusnya melindungi masyarakat.

''Kami menuntut agar oknum TNI AU yang berbuat kekerasan itu agar di pecat secara tidak hormat dan d hukum seberat-beratnya,'' kecamnya.

Apalagi negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena negara kita adalah negara hukum, bukan negara hutan rimba. Maka tindakan kekerasaan di bumi NKRI tidak dibenarkan. ''Aksi ini dilakukan atasnama Solidaritas Wartawan dan Mahasiswa Kampar anti Kekerasan, ''Wartawan Bukan Teroris'', katanya.

Sementara itu dari Batam, aksi solidaritas juga dilakukan wartawan se-Kota Batam, Rabu (17/10/2012). Mereka mengecam tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum TNI AU kepada wartawan yang sedang meliput jatuhnya pesawat tempur di Riau.

Syaiful Brantap, Ketua IJTI Batam menyampaikan, unjuk rasa ini merupakan aksi solidaritas terhadap jurnalis yang mengalami penganiayaan oleh oknum TNI AU. ''Tindakan kriminalisasi yang dilakukan aparat TNI AU, harus tetap diproses secara hukum yang berlaku,'' katanya.

Zaenal Abidin, Ketua AJI Batam mengatakan, dilihat dari sisi manapun, tindakan yang dilakukan oknum TNI tersebut merupakan pelanggaran UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. ''Kejadian di Riau, merupakan pelanggaran hukum, wartawan bertugas juga dilindungi undang-undang,'' tuturnya.

Sementara itu Immanuel Sebayang, Ketua PFI Batam dalam orasinya mengecam keras perampasan kamera dan penganiayaan wartawan oleh oknum TNI. Menurutnya, lokasi jatuhnya pesawat itu berada di kawasan umum sehingga tidak ada alasan aparat melarang peliputan wartawan.

''Kalau TNI AU mengatakan pesawat itu membawa rudal, khawatir meledak dan tergolong rahasia negara sehingga melarang peliputan, mengapa harus melakukan perampasan dan penganiayaan? kan bisa cukup dengan melarang pers mendekati lokasi atau mensterilisir area,'' jelasnya.

Tak perlu ada pemukulan, lanjutnya, permasalahannya apa yang di larang, teknologi yang digunakan untuk mengambil gambar atau orangnya. ''Teknologi sekarang semakin canggih, hampir semua orang mempunyai handphone berkamera dan bisa juga menyebarluaskan gambar itu,'' imbuhnya.

Unjuk rasa di Gedung DPRD Batam itu dilakukan dengan harapan lembaga tersebut secara institusi dapat menyampaikan aspirasi ke lembaga yang lebih tinggi. Setelah satu jam berunjuk rasa, para wartawan kemudian disambut Ketua DPRD Surya Sardi dan Ketua Komisi I Nuryanto.

Di hadapan para wartawan, Surya Sardi mengapresiasi kekompakan wartawan Batam karena tindakan yang dilakukan oknum TNI AU kepada wartawan di Riau sudah kelewat batas. ''Saya memahami tugas-tugas wartawan dan ada aturan-aturan yang harus dipedomani saat melakukan tugas peliputan,'' ujarnya.

Karena itu agar peristiwa tersebut tidak terjadi di Kota Batam dia berharap adanya jalinan komunikasi yang baik antara para jurnalis dan jajaran TNI. Ketua Komisi I Nuryanto berjanji kepada para wartawan akan menyampaikan aspirasi tersebut ke DPR RI dengan harapan lembaga itu dapat meminta klarifikasi dari para pimpinan TNI, khususnya AU.

Unjuk rasa serupa juga terjadi di kota Padang Sumatera Barat. Ratusan wartawan yang tergabung dalam Koalisi Wartawan Anti Kekerasan (KWAK) Sumbar menggelar aksi demonstrasi di Tugu Simpang Haru Padang, Rabu (17/10/2012). Mereka mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI AU Letkol Robert Simanjuntak terhadap sejumlah wartawan saat meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di kawasan Pasir Putih, Pandau, Pekanbaru, Riau Selasa (16/10).

Tak hanya berorasi mengutuk keras, KWAK juga mendesak Panglima serta Kepala Staf TNI AU untuk mengusut tuntas perbuatan brutal anggotanya dan mencopot Letkol Robert Simanjuntak dari kedinasan. KWAK Sumbar juga membubuhkan tanda tangan di atas kain putih sebagai simbol keperihatinan dan menyerahkannnya ke Danlanud padang.

KWAK Sumbar menganggap apa yang dilakukan oleh oknum TNI AU di Pekanbaru merupakan perbuatan yang melanggar hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 KUHP JO Pasal 351 ayat 2, Pasal 170 KUHP, Pasal 406 KUHP serta melanggar keras ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan pelaku tindak kekerasan terhadap wartawan tersebut dapat dikenakan hukum pidana sesuai dengan pasal 18 ayat 1 UU No. 40 Tahun 1999.

Setelah melakukan orasi, membubuhkan tanda tangan, peletakan kamera dan ID card di tugu Simpang Haru Padang sebagai salah satu monumen perjuangan, aksi pun dilanjutkan dengan konvoi menggunakan sepeda motor ke Lanud Padang.

Di depan gerbang masuk Komando Operasi TNI Angkatan Udara I Pangkalan TNI Angkatan Udara Padang, ratusan wartawan disambut Letda Agus Riyanto, Kepala Penerangan dan Perpustakaan Lanud Padang mewakili Danlanud Padang.

Agus Riyanto berjanji akan menyampaikan semua aspirasi dan tuntutan dari wartawan kepada atasannya untuk mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum TNI AU. Acara penyerahan sikap KWAK Sumbar ini juga diisi dengan orasi.

Sementara itu sekitar 30 wartawan yang bertugas di wilayah Bekasi berunjuk rasa di depan Mega Bekasi Hypermall, Kota Bekasi, Rabu (17/10/2012). Aksi itu merupakan keprihatinan dan kecaman terhadap anggota TNI Angkatan Udara yang memukul, menendang, dan merampas alat kerja wartawan saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 200 di RT 003 RW 03 Dusun 3, Siak, Kampar, Riau, Selasa (16/10/2012) siang kemarin.

Kecaman dan tuntutan wartawan dimasukkan dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani H Saban dari Kelompok Kerja Wartawan Harian dan Elektronik Bekasi serta Kusnadi dari PWI Perwakilan Bekasi.

Menurut pernyataan tertulis itu, kekerasan dilakukan perwira menengah berpangkat letnan kolonel udara penerbang dari Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin. Ada anggota Pasukan Khas Batalyon 462 yang merampas alat kerja pewarta foto Riau Pos.

Peristiwa itu terjadi di hadapan warga, bahkan anak-anak berpakaian seragam SD. Adapun lokasi jatuhnya pesawat berada di ruang publik dan belum ada pita pengaman.

Dengan begitu, wartawan tidak bisa dilarang untuk meliput peristiwa tersebut. Karena itu, wartawan Bekasi mengecam keras tindakan seorang perwira menengah Lanud Roesmin Nurjadin yang mencoreng jajaran TNI AU.

Wartawan juga meminta tindakan nyata agar Panglima TNI, KSAU, Komandan Lanud Roesmin Nurjadin, Komandan Paskhas Yon-462 memberi tindakan dan sanksi kepada anggota yang terlibat insiden kekerasan itu. Wartawan akan memboikot pemberitaan terkait kegiatan TNI AU sampai ada penjelasan dari Panglima TNI.

Sedangkan di Manado, Wartawan Manado yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melakukan protes atas aksi barbarian anggota TNI AU terhadap wartawan, Rabu (17/10/2012). Aksi yang berawal dari pemukulan sejumlah anggota TNI AU terhadap wartawan saat peliputan pesawat tempur jatuh mengundang reaksi keras.

Sejak sehari sebelumnya wartawan Manado kompak untuk melakukan protes melalui BlackBerry Messenger (BBM) maupun jejaring sosial seperti Facebook (FB) dan Twitter. Bukan hanya gambar profil wartawan yang dipukul dipasang di BBM namun juga status kecaman atas perilaku barbar tersebut.

Puluhan wartawan Manado melakukan unjuk rasa dengan berjalan keliling di pusat Kota Manado dengan pusat di Zero Point Manado. Mereka meneriakkan ketidak adilan dan pengusutan serta pemberian sanksi bagi pelaku. Semua wartawan Manado kompak untuk memasang profil picture unjuk rasa mereka di BBM.

Sementara, wartawan di Malang juga berunjuk rasa mengutuk kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU. Kekerasan terhadap wartawan saat meliput merupakan pelanggaran terhadap kebebasan Pers. Pelakunya harus dihukum dan dicopot dari jabatannya.

Selain berorasi, mereka menabur tabur bunga di atas kartu identitas pengenal sebagai bentuk matinya kebebasan Pers. Rahmat Hidayat dan Noor Ramadhan melaporkan dari Surabaya dan Malang, Jawa Timur.

Dan ratusan wartawan dari berbagai media massa cetak dan elektronik di wilayah Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, dan Ponorogo berunjuk rasa di Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Rabu (17/10/2012).

Unjuk rasa ini merupakan aksi keprihatinan terhadap kekerasan yang menimpa rekan wartawan di Riau dalam peliputan jatuhnya pesawat Hawk di permukiman penduduk, Selasa kemarin.

Unjuk rasa diawali dengan aksi jalan kaki dari titik kumpul menuju ke pintu gerbang timur Lanud Iswahjudi. "TNI AU harus meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulang tindakan anarkistis terhadap wartawan. TNI tidak kebal hukum sehingga harus menghormati Undang-Undang Pers yang menjadi payung hukum kinerja wartawan," ujar Noer Salam, salah satu orator.

Tidak hanya berorasi dan memajang poster, unjuk rasa juga dilakukan dengan meletakkan kartu pers dan alat kerja wartawan, seperti kamera, sebagai simbol matinya kreativitas.

Kepala Penerangan dan Kepustakaan Lanud Iswahjudi Mayor Sus Sutrisno yang menemui pengunjuk rasa mengatakan, apa yang terjadi di Riau bukan atas nama kesatuan TNI AU, tetapi merupakan ulah oknum.

''Kami meminta maaf. Kita bangsa taat hukum sehingga gunakan jalur hukum supaya tidak terjadi hal di luar hukum. Hal ini kami upayakan tidak terjadi di sini. Kami menyadari peran wartawan. Apa yang disampaikan teman-teman saat ini akan diteruskan ke pimpinan. Kita tetap bisa berjalan bersama untuk mengembangkan negara ini,'' katanya. (nti)