PEKANBARU - Gubernur Riau, H Arsyadjuliandi Rachman yang telah diberi gelar Datuk Seri Setia Amanah oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) itu kembali menunjukkan perhatian besarnya terhadap kelestarian budaya Melayu yang ada di Riau.

Hal itu terungkap dalam acara Majelis Pengukuhan dan Penabalan Pengurus Lembaga Adat Melayu Riau Masa Khidmat Tahun 2017-2022/1438 -1443 H, Sabtu, (29/7/2017) di Pekanbaru.

"Tidak lupa saya sampaikan syabas dan tahniah atas dikukuhkannya Pengurus LAM Riau masa khidmat 2017-2022 ini, sebagai bukti bahwa kita tetap dan terus mengangkat marwah negeri ini melalui budaya dan adat istiadat," kata Andi Rachman memulai kata sambutannya.

Ia pun kembali mengingatkan bahwa antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama masyarakatnya sejak tahun 2001, melalui Visi dan Misi Provinsi Riau tetap sepakat menjadikan Bumi Melayu Lancang Kuning ini sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di bentangan Asia Tenggara pada tahun 2020.

"Seperti kita ketahui bersama bahwa LAM Riau yang berdiri sejak tahun 1970 ini adalah bertujuan untuk menggali, melindungi, dan mengembangkan adat istiadat Melayu di seluruh Riau demi kemaslahatan bersama," ucapnya.

Visi tersebut memuat mengenai terwujudnya masyarakat adat berbudaya Melayu yang maju, adil dan sejahtera dalam tatanan masyarakat madani dalam negara kesatuan Republik Indonesia dengan penajaman misi memperkuat/memperkokoh jatidiri masyarakat Melayu.

Pemprov Riau juga menyambut baik bahwa misi LAM Riau sejalan dengan misi yang dibebankan kepada Organisasi Perangkat Daerah terkait, dalam hal ini Dinas Kebudayaan yang baru saja diresmikan keberadaannya sejak tahun 2017 ini. Dimana antara Lembaga Adat Melayu Riau dan Dinas Kebudayaan Riau sama-sama menumpukan program pada pelestarian.

Program pelestarian dimaksud yakni meliputi penggalian, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan, merupakan titik awal pengembalian kajayaan nilai-nilai dan norma dalam adat-budaya Melayu sebagai hulu dari integritas.

"Harus diakui bahwa terjadinya penurunan semangat integritas dikarenakan semakin minim dan terbatasnya gerakan dan sosialisasi atas nilai-nilai adat-budaya Melayu itu sendiri," sebut Andi.

Kemudian, kedatangan budaya asing yang bertolakbelakang dengan nilai-nilai keislaman, begitu cepat merasuki generasi muda tanpa ada penyekat atau filter yang sanggam.

"Padahal, nilai-nilai adat-budaya Melayu yang dilatarbelakangi keislaman merupakan benteng atau perisai yang patut dikedepankan dalam menghadang derasnya arus globalisasi yang masuk ke Riau," ungkapnya lagi.

Seperti tertuang dalam salah satu bait Gurindam 12 dimana pujangga Raja Ali Haji menyebutkan bahwa; Jika hendak mengenal orang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa, menegaskan bahwa bangsa yang santun, bangsa bertamaddun tercermin dari budi dan tutur bahasa masyarakatnya, dalam hal ini tentulah masyarakat adat-budaya Melayu itu sendiri.

Selain itu hak kultural yang meliputi hukum, aturan dan kekhasan adat istiadat, serta hak teritorial yang meliputi ruang kehidupan masyarakat adat seperti identifikasi kebaradaan tanah ulayat, hikayat dan hayat masyarakat adat Melayu Riau, serta memperjuangkan pengakuan demi kemaslahatan umat.

Harus diakui pula bahwa adat-budaya Masyarakat Melayu Riau masalampau mewariskan kahasanah yang kaya berupa nilai, norma dan kearifan universal, kebiasaan berpola/tradisi, karya/artefal dan kekayaan alam yang berlimpahruah. Dan masa kini, hampir seluruh warisan tersebut mengalami pendangkalan makna, pelemahan fungsi, penyempitan ruang, untuk kemudian terlupakan, sehingga semangat integritas, semangat kebersamaan seperti tertinggal di dermaga masa lalu.

Karenanya, Pemerintah Provinsi Riau selain melalui Organisasi Perangkat Daerah terkait seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan OPD terkait lainnya, juga menumpukan harapan kepada organisasi kemasyarakatan, termasuk kepada Lembaga Adat Melayu Riau, sehingga organisasi ini mampu mengembalikan warisan adat-budaya Melayu menjadi kenyataan di Provinsi Riau pada masa kini. Masa kini dan masa depan, akan mengalami pengurangan makna tanpa berlandaskan pada masa lalu, dalam hal ini sejarah.

Pemprov Riau, sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang OPD baru, dan Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun tentang SOTK Dinas Kebudayaan, berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan Visi Riau tahun 2020 dengan prioritas program pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman budaya dan pengembangan nilai budaya.

Pada program yang diprioritas itu pula nantinya diharapkan terjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan, seperti Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau. Dinas Kebudayaan diminta untuk mencari pengakuan bahwa Riau memang merupakan Pusat Kebudayaan Melayu di bentangan Asia Tenggara.

Saat ini, 20 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang dimiliki Provinsi Riau, telah pula mendapat sertifikat dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Keduapuluh Warisan Budaya Tak Benda itu yakni, 1. Tenun Siak, 2. Sastra Lisan Koba, 3. Pacu Jalur, 4. Manumbai, 5. Randai Kuantan, 6. Nyanyi Panjang, 7. Bedewo, 8. Debus Inhu, 9. Calempong Oguong, 10. Joget Sonde, 11. Zapin Meskom, 12. Zapin Api, 13. Batobo, 14. Manongkah, 15. Perahu Beganduang, 16. Tunjuk Ajar, 17. Malalak, 18. Rentak Bulian, 19. Rumah Lontiok dan 20. Selembayung.

Bila melihat kandungan sumber i yang ada di 4 sungai besar dan 821 sungai kecil di Provinsi Riau, 20 karya budaya yang diakui tersebut tentulah belum memuaskan. Karenanya, OPD terkait seperti Dinas Kebudayaan, bersama stakeholder harus telah melakukan pengkajian dan penggalian warisan budaya yang diyakini jumlahnya mencapai ribuan.

"Dinas Kebudayaan harus mengajak Majelis Kerapatan Adat LAM Riau dan lembaga perguruan tinggi untuk meraih sebanyak-banyaknya pengakuan, sehingga Pusat Kebudayaan Melayu di bentangan Asia Tenggara pada tahun 2020 memang Riau adanya," tandasnya. (adv)