DURI - Meski perlahan sudah ada buruh yang dirumahkan, namun tepat 1 Mei 2016 nanti akan ada ribuan buruh di Duri Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau yang menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan mereka yang mendapat pekerjaan dari PT Chevron Pasifik Indonesia.

Hal ini mendapat sorotan tajam oleh Tokoh masyarakat di Mandau, H Darna yang juga mantan Anggota DPRD Bengkalis. "Ini hanya manuver politik ekonomi yang dibuat Chevron," kata H darna kepada GoRiau.com, Kamis (14/4/2016) menanggapi kegelisahan ribuan buruh di Mandau.

Darna menilai, Kebijakan PT Chevron Pasifik Indonesia melakukan efesiensi disemua sektor, adalah bagian dari politik global menghadapi kontrak Chevron yang akan habis di Indonesia tahun 2021 mendatang dan tidak ada kaitannya dengan turunnya harga minyak dunia dalam 5 bulan terakhir ini.

"Kita curiga, ketika kontrak Chevron di Riau akan habis tahun 2021 nanti, Chevron sudah mempersiapkan strategi untuk menggertak pemerintah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang berdampak buruk bagi para buruh. Jelas saja PHK massal buruh ini akan membuat pemerintah gocang dan memperpanjang kontrak Chevron di Riau," pungkas H Darna lagi.

Menurutnya, Chevron sebagai perusahaan Migas terbesar di Mandau ini, yang sudah berpuluh-puluh tahun menyedot minyak mentah di Mandau ini, harusnya dapat membuat kebijakan yang lebih bijaksana untuk tetap memberdayakan tenaga kerja di Mandau.

"Bukan malah mem PHK kan tenaga kerja tempatan. Sebenarnya ini sudah sejak lama dilakukan Chevron, awalnya dengan melakukan penekanan kepada pengusaha-pengusaha yang mendapat pekerjaan dari Chevron. Dimana bentuk penekanannya adalah soal harga tender, itu dibuat semurah mungkin. Wajar saja jika perusahaan melakukan pengurangan karyawannya. Karena yang perusahaan peroleh dari Chevron sebagai si pemberi kerja itu tidak cukup untuk membiayai kebutuhan karyawannya," beber Darna lagi.

"Apa yang dilakukan Chevron selama harga minyak normal. Tidak juga memberikan kontribusi yang lebih untuk pemerintah setempat. Kenapa saat harga minyak anjlok, ini mereka jadikan alasan untuk melakukan efesiensi pada semua sektor pekerjaan," gumamnya lagi.

Darna mengajak Pemerintah agar tidak terjebak dalam politik ekonomi yang diciptakan oleh Chevron ini. Kebijakan yang sudah dijalankan Chevron ini pengawasan Pemerintah. Pemerintah atau instansi terkait tidak bisa menyalahkan BP Chevron yang melakukan PHK terhadap karyawannya, sebab itu mereka lakukan sesuai dengan kebijakan baru Chevron.

"Kita minta pemerintah meninjau kembali kebijakan yang dibuat oleh Chevron ini. Harga minyak dunia baru turun 5 bulan ini loh, sementara efesiensi yang mereka lakukan sudah berjalan sejak lama. Sekarang tiba-tiba mengkambing hitamkan harga minyak dunia yang anjlok," ujar Darna yang mengaku prihatin dengan nasib buruh yang akan terkena PHK per 1 Mei nanti.

"Karyawan Chevron yang dirumahkan itu istimewa. Mereka berhenti tidak cuma-cuma, melainkan mendapat tunjungan yang nilai rupiahnya sangat fantastis. Sementara buruh sub kontraktor, sama sekali tidak mendapat pesangon, karena mereka yang bekerja sudah belasan tahun namun selama bekerja mendapat perlakukan kontrak yang per 6 bulan terus diperpanjang. Bagaimana mereka akan menuntut pesangon kepada perusahaan," paparnya lagi.

Sementara itu, Pihak PT Chevron Pasifik Indonesia melalui PGPA Rumbai, Rinta belum menjawab, saat dimintai tanggapan Chevron mengenai kritikan tokoh masyarakat Duri terhadap kebijakan efesiensi yang dilakukan Chevron, hingga berita ini diupdate GoRiau.com, Rabu (14/4/2016) petang. (*/rha)