SEBAGIAN umat Islam, meski sudah Muslim sejak lahir, namun tidak hafal Asmaul Husna (nama-nama Allah). Sebaliknya dengan Elfrida Febriola, dia sudah hafal Asmaul Husna sejak kelas III SD, padahal baru bersyahadat (masuk Islam) pada Mei 2021 atau setelah dirinya gadis. Berikut kisahnya, seperti dikutip dari Republika.co.id.

Elfrida Febriola yang akrab disapa Febri, mengenal ajaran Islam sejak taman kanak-kanak (TK). Di sekolah, Febri senang belajar Iqra, menghafal ayat Alquran, doa-doa pendek, surat-surat pendek  dan shalat lima waktu.  

''Meski itu TK umum, tapi lebih banyak belajar tentang Islam, dan saya ikut belajar, bahkan sering pergi ke masjid untuk mengaji,'' ujar dia.  

Setelah menamatkan TK, Febri melanjutkan ke sekolah dasar. Karena data diri Febri beragama non-Muslim maka pelajaran agama pun sesuai dengan identitasnya.  

Sekolahnya membiasakan diri sebelum memulai pelajaran berdoa sesuai dengan agama masing-masing. Bagi non-Muslim mereka berkumpul di tempat yang berbeda untuk doa bersama. 

Namun Febri menolak, dia lebih suka untuk ikut berdoa bersama di kelas dengan teman-teman Muslim. Febri mengakui memang sejak kecil tidak pernah ikut beribadah dengan orang tuanya. 

Lagi pula, keluarganya bukanlah orang yang fanatik dengan agamanya. Sehingga Febri mendapatkan kebebasan untuk belajar apapun.  

Selain itu Febri juga lebih sering bergaul dengan keluarga ibunya yang Muslim. Hingga kini Febri juga memilih tinggal bersama kakak ibunya. Selain lebih dekat dengan sekolah juga karena keluarga tersebut Muslim sehingga memudahkan Febri beribadah.  

Karena lebih tertarik dengan Islam, secara tidak langsung Febri pun menghafal Asmaul Husna. Dia tidak pernah membacanya hanya mendengar setiap teman-temannya melafalkan sebelum belajar.  

Di kelas III SD, Febri sudah hafal Asmaul Husna dan lebih tertarik untuk membaca Alquran. Karena khawatir ada masalah, dua guru agamanya pun memanggilnya, baik guru agama Islam maupun non-Muslim.   

''Saat TK saya tidak memahami apa itu agama, hanya senang saja dengan mengaji dan shalat,  baru saat kelas IV SD, saya memahami bahwa harus ada satu agama yang benar-benar saya anut, tidak mungkin agama pada identitas dan ibadah yang saya lakukan berbeda,'' ujarnya. 

Febri kemudian berbicara hal tersebut dengan ibunya, karena ayahnya sudah lama meninggal dunia. Ibunya awalnya ragu dengan keputusan Febri untuk memeluk Islam. Karena khawatir anak seumurnya masih labil dan hanya bermain-main saja. Namun melihat keseriusan Febri dalam menjalankan ibadah dan berpakaian yang Islami, orang tuanya setuju dengan pilihannya. 

Setelah mualaf, Febri kembali belajar mengaji. Dahulu baru sampai iqra dua, dan kembali melanjutkannya. Demikian juga dengan shalat, karena sejak kecil sudah bisa shalat dan hafal surat pendek, saat ini hanya tinggal melancarkan saja. 

Febri membeli buku panduan shalat agar shalatnya sesuai dengan syariat. Sejak menjadi mualaf, Febri lebih serius mempelajari agama Islam. 

''Guru agama sebelumnya tentu kecewa, tapi ini pilihan saya. Meski begitu, teman-teman dan guru agama Islam ikut senang dan mendukung saya,'' ujar dia.  

Febri juga mendapat dukungan dari nenek dan keluarga ibunya yang lain. Dia sempat bersitegang dengan saudaranya, namun kini sudah menerima pilihan Febri.  

Febri juga sudah terbiasa untuk puasa Ramadhan. Dia bersyukur bisa menjalankan ibadah puasa secara penuh meski masih ada halangan karena fitrah wanita.  

Dia juga mengaku tidak terlalu berat menjalani ibadah puasa, karena telah terbiasa. Febri pun lebih mudah ketika sahur dan berbuka karena tinggal di rumah kerabat yang Muslim. 

Gadis ini juga sudah memakai jilbab setelah mualaf. Meski berbeda dengan keluarga inti, namun Febri masih sering berkunjung ke rumah orang tuanya. Selain itu kakak pertamanya juga sudah mualaf tahun lalu.  

Ketika menginap di rumah orang tuanya, Febri tetap bebas menjalankan shalat lima waktu dan mengaji.  

''Karena semasa SD, hanya bersyahadat tanpa surat, saya bersyahadat kembali 12 Mei 2021, di Mualaf Center Malang,'' ungkap dia.  

Saat ini Febri, masih terus berusaha melancarkan membaca Alquran, terutama tajwid. Untuk mengaji, Febri saat ini baru sampai surat An Nisa.  

Karena sedang Covid-19, Febri juga tidak pernah menghadiri majelis taklim. Awal mualaf, Febri panggil guru mengaji ke rumah, tetapi karena Covid-19, kegiatan itu berhenti. Dia lebih sering mengaji online dengan menonton video kajian youtube. 

''Saya sering menonton kajian ustaz Hannan Attaki, ada beberapa pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari beliau,'' ujar dia.  

Febri mengaku, dia orang yang pendendam. Misalnya jika ada teman yang menjahatinya, dia akan membalas dengan hal yang setimpal.  Tetapi, setelah mengaji dan memahami ajaran Islam, dia belajar bersabar. Meski ada yang memusuhinya, Febri kini memilih untuk diam dan tidak membalas mereka. Karena tidak ada manfaat yang didapatkan jika membalas mereka.  

Febri berharap keluarganya yang belum Muslim, dapat menerima Islam. Ibunya sempat tertarik untuk mempelajari Islam, namun hingga kini hidayah belum juga sampai kepadanya.***