SELATPANJANG - Sampah dan limbah medis infeksius bekas penanganan pasien virus Corona atau Covid-19 dan pasien umum lainnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kepulauan Meranti, Riau dibawa dan dibuang ke Kota Cilegon, Provinsi Banten.

Pasalnya, dalam prosedur pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di RSUD Kepulauan Meranti menggandeng Kerja Sama Operasi (KSO) atau pihak ketiga, karena untuk menangani hal ini harus dikelola secara khusus alias tidak boleh sembarangan.

Sebagaimana diungkapkan Plt Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko ST MT bahwa limbah infeksius harus kelola dengan perlakuan khusus lantaran terdapat ada yang beracun maupun berbahaya. Sementara untuk mengelola sendiri, Incenerator RSUD masih dalam kondisi rusak.

Menurutnya, pihak ketiga tersebut memiliki izin untuk menampung, dan pengelolaan itu ada transportirnya. Limbah yang dihasilkan terlebih dahulu dipilah dan diangkut ke TPS B3 di RSUD untuk sementara dan dimasukkan kedalam kantong berwana kuning, setelah itu pihak RSUD menghubungi transportir nya dalam hal ini adalah PT Pratama Saoloan Green dan PT Wastec dan sesegera mungkin diangkut dan dibawa ke Cilegon, kota yang berada di ujung barat laut Pulau Jawa.

GoRiau Limbah yang berada di TPS B3 R
Limbah yang berada di TPS B3 RSUD Kepulauan Meranti yang telah dimasukkan kedalam kantong berwana kuning.

"Dalam mengelola limbah di RSUD kita lakukan dengan menggandeng pihak ketiga, karena Incenerator rumah sakit rusak, dan rumah sakit sudah melakukan MoU dengan jasa pengangkutan yang pembakarannya dilakukan di Cilegon. Sebenarnya tergantung permintaan kita, sehingga sampah medis infeksius yang dihasilkan ini tidak sampai menumpuk. Intinya sesuai dengan PP 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, RSUD telah berusaha menjalankan kegiatan tersebut sesuai regulasi, dibuktikan dengan adanya kerjasama dengan pihak ketiga," ujar Fajar Triasmoko, Minggu (11/4/2021).

Diungkapkannya, untuk memastikan bahwa limbah dan sampah medis infeksius ini sudah dimusnahkan dibuktikan dengan dikeluarkannya sertifikat tanda pemusnahan.

"Kita minta manifes barang dan juga sertifikat yang dikeluarkan oleh pihak ketiga sebagai bukti barang sudah dimusnahkan," ungkap Fajar.

Dikatakan lagi, transportir yang dilakukan kerjasama telah memiliki izin dan rekomendasi dari KLHK, serta izin angkutan B3 dari Kementerian Perhubungan untuk mengangkut limbah tersebut. RSUD juga telah mengevaluasi perizinan yang dimiliki transportir sehingga adanya kerjasama yang tidak asal-asalan, hal itulah yang dibuktikan dengan adanya report manifest dan sertifikat pemusnahan setiap dilakukannya pengangkutan limbah.

Diungkapkan Fajar, setelah diangkut pihaknya memastikan limbah tersebut tidak ada yang tercecer, karena sebelumnya sudah dilakukan pengemasan yang rapi.

"Jadi semua limbah yang dihasilkan telah dikelola dengan aman dan sesuai regulasi mulai dari TPS RSUD kemudian diangkut transportir lalu diterima oleh perusahaan pemusnah, disertai dengan seluruh kelengkapan dokumen pengangkutan limbah B3. Jadi saat limbah sudah diangkut oleh transportir, itu sudah menjadi tanggung jawab mereka, dalam sebulan ada sebanyak 2,5 ton sampah yang diangkut. Dan untuk sampah biasa ataupun non medis kami angkut langsung dengan truk DLH langsung ke TPA Gogok dan tidak ada di TPS Jalan Rumbia," ungkapnya lagi.

Ditambahkan lagi, untuk Analisis Dampak Lingkungan atau AMDAL sudah ada sejak RSUD itu didirikan, kecuali untuk Incenerator.

"Untuk seluruh fasilitas di RSUD sudah ada izinnya kecuali Incenerator. Jika ada penambahan fasilitas nantinya, akan dilakukan pembaruan atau adendum dokumen AMDAL," pungkas Fajar yang juga merupakan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPRPKP) Kepulauan Meranti.***