PEKANBARU - Pengamat Politik dan Pemerintahan Riau, Tito Handoko angkat bicara terkait pelantikan lima orang Penjabat (Pj) dan Penjabat Sementara (Pjs) oleh Gubernur Riau, Syamsuar, Sabtu (26/9/2020) silam.

Sebagai informasi, pelantikan tersebut memicu protes dari sejumlah pihak dikarenakan Pj dan Pjs yang ditunjuk bukan dari kalangan putra daerah di kabupaten maupun kota bersangkutan.

Dikatakan Tito, secara regulasi, penunjukkan ini sudah tepat  karena prosesnya Gubernur mengusulkan pada Mendagri seusai persyaratan, kemudian Mendagri memberikan Surat Keputusan (SK) untuk melanjutkan roda pemerintahan.

"Saya melihat, ada kecukupan syarat dan sebagainya, jadi tidak ada persoalan, karena Pj dan Pjs itu tujuannya untuk memastikan penyelanggaraan tetap berjalan dan tidak terjadi 'vacum of power' selama Pilkada," kata Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Riau ini kepada GoRiau.com, Rabu (28/9/2020).

Sehingga, masyarakat tetap bisa mendapatkan pelayanan dari pemerintahnya, mengingat sejumlah kepala daerah diwajibkan cuti selama proses Pilkada berlangsung nantinya.

Dalam penunjukkan itu, lanjut Tito, memang tidak mewajibkan bahwa daerah itu harus dipimpin oleh Pj yang berasal dari daerah bersangkutan. Yang terpenting, Pj dan Pjs ini dianggap mampu memikul beban kepala daerah.

"Tidak bisa dilarang kalau yang ditunjuk bukan putra daerah, itu kewenangan gubernur. Justru menurut saya lebih bagus bukan putra daerah supaya tidak ada keberpihakan di Pilkada," sambungnya.

Terkait adanya asumsi-asumsi pesanan dan misi politik, terangnya, perlu dilakukan kajian lebih lanjut. Karena, siapapun itu tidak boleh memberikan stigma bahwa Pj dan Pjs ini membawa misi khusus ke daerah tugasnya.

"Kecurigaan publik pasti ada, dan pro kontra itu wajar. Makanya, masyarakat tetap harus mengawasi mereka dalam praktek penyelenggaraan daerah, supaya kekhawatiran misi politik tidak terjadi. Curiga boleh saja, makanya peran serta masyarakat untuk mengawal Pjs sangat diperlukan," tutupnya.***