PEKANBARU - Meski sering menghadiri dan memimpin rapat di Pemkab Bengkalis Riau dan juga di Jakarta namun Bupati Bengkalis belum juga berhasil ditangkap. Bahkan kini statusnya sebagai DPO (daftar pencarian orang).

Penetapan Plt Bupati Bengkalis sebagai DPO dikeluar Polda Riau karena dinilai tidak kooperatif.

Informasi tersebut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto. Surat penetapan dikeluarkan dari Polda Riau pada hari Senin (2/3/2020) lalu.

"Iya benar sudah dikeluarkan surat DPO-nya sejak empat hari lalu. Kepada masyarakat yang mengetahui keberadaanya tolong diberitahu kepada kami," singkat Sunarto kepada GoRiau.com, Kamis (5/3/2020) siang.

Terpisah Wakil Direktur (Wadir) Ditreskrimsus Polda Riau, AKBP Fibri Karpiananto saat dikonfirmasi juga menyampaikan hal senada. Dikeluarkannya surat DPO terhadap Muhammad karena Plt Bupati Bengkalis itu dinilai tidak kooperatif menjalani proses hukum yang sedang berjalan, dan saat ini Polda Riau akan membawa paksa Muhammad untuk dilakukan pemeriksaan.

"Sudah keluar surat DPO-nya, karena yang bersangkutan tidak kooperatif. Kita akan membawa (Muhammad) untuk diperiksa," beber Fibri kepada GoRiau.com.

Untuk diketahui, penyidikan Ditreskrimsus Polda Riau telah melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap Muhammad sebanyak tiga kali sejak Muhammad ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pipa transmisi senilai Rp3,4 miliar di Indragiri Hilir. Namun Muhammad tidak mengindahkan penggilan penyidik itu.

Tidak berapa lama, selang tindakan tidak kooperatif Muhammad, ternyata diam-diam Muhammad mengajukan praperadilan di Pengadilan Negri Pekanbaru terkait penetapan dirinya sebagai tersangka, karena Muhammad menilai Polda Riau tidak memiliki cukup bukti dalam penetapan tersangka terhadap dirinya.

Adapun gugatan praperadilan itu diketahui dari sistem informasi penelusuran perkara di Pengadilan Negri Pekanbaru, dengan nomor perkara 4/Pid.Pra/2020/PNPBr. Dimana gugatan biru diajukan melalui empat kuasa hukum Muhammad.

Didalam petitum permohonan praperadilan di situs resmi Pengadilan Negeri Pekanbaru, Muhammad menuliskan bahwa, Polda Riau tidak memiliki bukti kiat menetapkan dirinya sebagai tersangka. Alasan itu ia sampaikan sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sebelum Muhammad, perkara ini sudah menyeret tiga pesakitan. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada pertengahan 2019 menjatuhkan vonis tiga terdakwa dugaan korupsi pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil).

Ketiga terdakwa adalah Direktur PT Panatori Raja, Sabar Stevanus P Simalongo, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Edi Mufti BE dan konsultan pengawas proyek, Syahrizal Taher. Hakim menyebut, ketiganya merugikan negara Rp2,6 miliar lebih.

Majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada Sabar Stevanus P Simalongo, dan Edi Mufti dengan penjara selama 5 tahun. Keduanya juga dihukum membayar denda masing-masing Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Sabar Stefanus P Simalongo dijatuhi hukuman tambahan membayar uang pengganti kerugian negara Rp35 juta yang sudah dititipkan ke kejaksaan.

Sementara, Syafrizal Taher divonis hakim dengan hukuman 4 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 3 bulan kurungan.

Ketika itu Muhammad bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran, di Dinas PU Provinsi Riau. Jabatan Muhammad saat itu sebagai Kepala Bidang Cipta Karya.

Sementara itu, informari terakhir yang diperoleh, Muhammad hadir pada rapat Rencana Detail Tata Ruang di Sheraton Grand Jakarta, 24 Februari 2020.

Sebelum rapat RDTR, Muhammad juga sempat melaunching sensus penduduk online 2020 di Bengkalis, 18 Februari 2020. ***