Pekat... tanpa cahaya mentariUdara sesakBahkan oksigen telah di pukul mundur oleh serbuan asapSinar mentari pun ikut menyerahIa tak dapat menembus pekatnya kabutDi sekeliling orang berlalu lalangRaut muka tertutup masker dan sebagian acuhTiada hujan, tiada udara segar, tiada harapanKami Terpaksa menahan `bengek`Warga Riau kini terfogging48 ribu warga nya menderita ispaMati perlahan bak di asap macam ikan salaiBumi Lancang Kuning menjeritNamun jeritnya harus menunggu lamaBaru terdengar hingga ke monasDerita Bumi Lancang Kuning terus terulangEntah esok , lusa atau bahkan selamanyaAsap ini akan menghantui generasi mendatangSerta menggerogoti paru-paru kamiHingga kelak bisa saja kota ini tak berpenghuni lagi

Pintaku, Tuhan

Tubuhku ringkihRentan dengan penyakitRaga yang mungil mulai tergerogotiKian lama kian merapuhSakit yang terasa sangatlah menyiksaAir mataku trus mengalirPertanda penderitaanku takTertahanTuhan...Berikanlah sedikit keajaiban untukkuAgar aku tak mengeluh sakitTuhanCobaan ini akan ku terimaSebagai takdir atas kuasamuNamun izinkalah aku melihat kebahagiaanDipelupuk mata orang-orang yang akan ku tinggalkan

Sembunyi

Oh duka...Bergegaslah pergiRaga ini telah lelahAku ingin segera lariMengasing di jurang kehampaanBersembunyi hingga musim bergantiBiarkan lepas seluruh penat iniSebelum aku hendak kembali

Pekanbaru

Pekanbaru... kota bertuahTempatku menjerit dan bersorak riaDimana dewasa kini aku berpijakPekanbaru... kota bertuahTempatku mengadu dan menjala impianDimana sekarang ini aku hidupPekanbaru... kota bertuahSemoga disinilah aku meraih kesuksesan

Cerita Hujan

Di sudut gelap angin menderaBersambut rintik tangis bidadari terpecahkanDari kelopak awan yang muram durjaSemenit berlaluTitik-titik hujan mulai berderaiMembasahi kemarau imaginasikuMengisi di setiap pundi-pundi khayalkuPenuh dengan makna

Percuma

Rasanya air mata ini hanya akan jatuh sia-siaAku mencintai orang yang salahAku telah korbankan hati iniTetapi...Kenapa dia tak pernah bisaMenerimaku dengan segala kekurangankuAku tak hiraukan segala perbedaan diantara kitaAsal kelak dia berubahTetapi..Semua itu tiada upayaCintaku tlah terbunuh oleh segala tentangnyaHujatan, cemohan dan hinaannyaYa Allah, lapangkanlah hati hambumu iniBiarlah ku terima semuanya...Meski ku tahu ini hanya percuma

Rinduku

Rindu yang mendera jiwaBayangannya trus membayangiMenghampiri dan menguasai hatiAku menderita rindu yang berkepanjanganBelumlah terlambat untuk mengungkapkannyaTak pernah ku sadari ada sebuah rasaRasa rindu yang sehebat iniDan berkembang di dalam lubuk hatiApa aku salah?Jika rindu itu menjadi cintaSelama ini belum pernah ku dapatiBegitu lekatnya rindu dihatikuDan apa aku salah?Jika ternyata aku ingin memilikinya?Rindu ini terus mendera jiwaEntah sampai kapan akan terungkap

Ratna Sari Dewi adalah Mahasiswi Ilmu Komunikasi Sementer V, Universitas Abdurrab Pekanbaru.