JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 8 tahun kurungan penjara kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, Senin (4/9). Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK.

Majelis hakim juga mewajibkan Patrialis membayar uang pengganti sebesar 10.000 dollar AS dan Rp4.043.000. Jumlah tersebut merupakan nilai suap yang ia terima.

''Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan menjatuhi hukuman 8 tahun penjara,'' ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango di Ruang Persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/8). 

Sebelumnya, Jaksa Penuntut KPK menuntut Patrialis dengan tuntutan 12,5 tahun penjara. Majelis Hakim menilai, Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. Patrialis dan orang dekatnya Kamaludin menerima 50.000 dollar AS, dan Rp 4 juta. 

Keduanya juga dijanjikan uang sebesar Rp2 miliar oleh Basuki. Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang merupakan orang kepercayaan Patrialis. 

Adapun, dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai, perbuatan Patrialis tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.

Selain itu, perbuatan yang dilakukan Patrialis juga  telah mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi. Sementara, hal yang meringankan adalah Patrialis berlaku sopan selama pemeriksaan di persidangan dan mempunyai tanggungan keluarga.

Atas perbuatannya, Patrialis dijerat pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.***