JAKARTA, GORIAU.COM - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mendorong Indonesia untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya di laut lepas, selain mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya di laut teritorial, wilayah yuridiksi, dan kawasan dasar laut. Apalagi, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan).

''Selain akan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya lautnya, Indonesia akan berkiprah di laut lepas sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. UU ini urgent bagi Indonesia. Oleh karena itu, kami mendorong Indonesia untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya di laut lepas. Potensinya sungguh luar biasa,'' Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, senator asal Sumatera Utara, menegaskannya dalam rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Ir Dwisuryo Indroyono Soesilo MSc PhD.

Rapat dengar pendapat (RPD) itu membahas rencana program kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman di ruangan Komite III DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Dwisuryo Indroyono Soesilo didampingi Sarwono Kusumaatmadja yang mantan Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) II DPD RI - sebelum nomenklaturnya bernama Komite II DPD RI - periode 2004-2009 yang Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Kabinet Pembangunan VI (1993-1998), Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Kabinet Pembangunan V (1988-1993), dan Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Persatuan Nasional (1999-2001).

Dalam pengantarnya, Ketua Komite II DPD RI menyatakan bahwa Indonesia memiliki UU Kelautan setelah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan DPD RI bersama Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai leading sector) membahas dan menyetujuinya menjadi UU dalam Sidang Paripurna DPR RI tanggal 29 September 2014. ''Dengan begitu, Indonesia pertama kalinya memiliki UU Kelautan setelah 69 tahun merdeka. Yang menggembirakan, UU ini merupakan produk legislasi yang pembahasannya model tripartit, yakni DPR, DPD, dan Pemerintah. Kami menyampaikannya sebagai usul inisiatif,'' dia menyambung.

Parlindungan menyinggung substansi UU Kelautan, karena Indonesia sebagai penggagas konsep negara kepulauan yang berciri Nusantara serta Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Isu strategisnya adalah penegasan Indonesia sebagai negara kepulauan, yang merujuk Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, selain mempunyai laut teritorial, wilayah yuridiksi, dan kawasan dasar laut, Indonesia berkesempatan untuk memanfaatkan potensi maritimnya di laut lepas.

Parlindungan menyinggung potensi kelautan Indonesia yang US$ 1,2 triliun per tahun. Potensi itu terkelompok empat sumberdaya, yakni sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain perikanan, terumbu karang, mangrove, rumput laut (seaweed), dan padang lamun (seagrass); sumberdaya alam tak terbarukan (nonrenewable resources) antara lain minyak dan gas bumi, serta bahan tambang dan mineral lainnya; energi kelautan seperti energi gelombang (wave power), energi pasang surut (tidal power), energi arus laut (current power), dan energi panas laut (ocean thermal energy conversion/OTEC); serta environmental service seperti media transportasi, komunikasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan keamanan, pengatur iklim dan sistem penunjang kehidupan lainnya. (rls)