NEW DELHI - Aparat polisi di New Delhi, India, masih memeriksa rumah-rumah warga Muslim yang dibakar massa, untuk mencari mayat yang mungkin tertimbun puing-puing, pasca kerusuhan Selasa (26/2/2020) lalu.

Dikutip dari republika.co.id, hingga Jumat (28/2/2020), jumlah korban meninggal akibat kerusuhan di New Delhi, menjadi 38 orang. Sejauh ini polisi telah menangkap 514 tersangka yang terlibat dalam kejadian tersebut.

Pada Jumat (28/2), India mengerahkan lebih banyak pasukan keamanan ke masjid-masjid di New Delhi. Mereka ditugaskan menjaga prosesi Shalat Jumat. Saat kerusuhan berlangsung pada Selasa (25/2), massa memang tak hanya menghancurkan rumah warga Muslim tapi juga membakar dua masjid.

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengutuk aksi brutal tersebut. ''OKI mengutuk kekerasan baru-baru ini dan mengkhawatirkan Muslim di India, mengakibatkan kematian dan cedera orang-orang tak berdosa, pembakaran serta perusakan masjid dan properti milik Muslim,'' ujar OKI melalui akun Twitter resminya, Kamis (27/2).

OKI mengungkapkan belasungkawa kepada para korban sebagai hasil dari tindakan keji tersebut. ''OKI menyerukan pihak berwenang India membawa penghasut dan pelaku dari tindakan anti-Muslim ini ke pengadilan serta memastikan keselamatan dan keamanan semua warga Muslim dan perlindungan tempat-tempat suci Islam di seluruh negeri,'' ujarnya.

Kerusuhan di New Delhi dipicu aksi demonstrasi menentang Undang-Undang Kewarganegaraan atau Citizenship Amandement Act (CAA) yang dianggap anti-Muslim. Kubu yang terlibat bentrokan adalah pendukung dan penentang CAA. Namun kericuhan berubah menjadi konflik komunal antara Muslim dan Hindu.

India meratifikasi CAA pada Desember 2019. UU tersebut menjadi dasar bagi otoritas India untuk memberikan status kewarganegaraan kepada para pengungsi Hindu, Kristen, Sikh, Buddha, Jain, dan Parsis dari negara mayoritas Muslim yakni Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh.

Status kewarganegaraan diberikan jika mereka telah tinggal di India sebelum 2015. Namun dalam UU tersebut, tak disebut atau diatur tentang pemberian kewarganegaraan kepada pengungsi Muslim dari negara-negara terkait. Atas dasar itu, CAA dipandang sebagai UU anti-Muslim.***