SELAIN Energi Terbaharukan, Infrastruktur lainnya yang berperan sebagai platform dasar dalam pembangunan Kota Liveable dan Berkelanjutan adalah Mobilitas. Tulisan ini merupakan korelasi dari artikel sebelumnya yang dimuat di halaman Opini GoRiau dengan judul “Infrastruktur Energi Terbaharukan untuk Smart City Pekanbaru” pada tanggal 3 Oktober 2023.

Pemerintah Kota dimanapun di dunia ini biasanya memiliki Program Kerja dalam hal Pergerakan Orang, Barang dan Jasa dalam suatu kota. Nah, untuk mencapai pembangunan kota yang layak huni dan berkelanjutan di Pekanbaru, dua hal yang menjadi program prioritas tersebut yaitu Energi dan Mobilitas, mau tidak mau akan menjadi PR (Pekerjaan Rumah) Munisipalitas yang sifatnya terus-menerus walau pemerintahan berganti-ganti setiap 5 tahun sekali.

Konsentrasi kepada Mobilitas, tidak hanya terpaku pada moda transportasi, tetapi juga pada kenyamanan pergerakan manusia seperti fasilitas berjalan kaki dan pesepeda, sebaran titik taman kota yang sekaligus tempat rekreasi warga dan fasilitas lainnya yang relevan. Pembangunan Kota Berkelanjutan (Sustainable Urban Development) artinya cara-cara yang dilakukan dalam pengembangan kota harus selalu melihat aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan tidak mengorbankan kehidupan generasi berikutnya.

Jika melihat target di atas, tentu saja moda transportasi yang masih memakai bahan bakar fosil, dalam periode jangka Panjang, akan berubah menjadi mobil atau motor Listrik yang lebih ramah pada lingkungan sehingga nantinya kita bisa mendapatkan laporan produksi emisi yang menurun dan kemungkinan besar terjadi perubahan sosial dimana sebelumnya kita biasa melihat orang-orang antri di SPBU yang melayani pengisian bahan bakar fosil berubah antri mengisi daya Listrik. SPBU pun mungkin perlahan berubah peran menjadi “EV (Electic Vehicle) Charging Station”. Tingginya pemakaian kenderaan Listrik untuk mobilitas akan berdampak pada permintaan supply energi Listrik yang besar pula.

Kita bisa katakan jika implementasi program ini bersifat jangka panjang karena membutuhkan pembiayaan yang besar dalam pengadaan mobil Listrik, pertimbangan kemampuan warga kota dalam pembelian kenderaan berbasis Listrik yang mungkin relative mahal, fasilitas EV Charging Station yang belum maksimal, sumber energi Listrik kota yang masih defisit, dan kemungkinan kebingungan warga yang harus menerima perubahan kebiasaan. Untuk mendukung pembangunan kota berkelanjutan, dukungan warga sangat penting dan sifatnya adalah praktikal yaitu warga Kota adalah sebagai subjek dalam perubahan kota menjadi layak huni dan ramah lingkungan. Memang tidak mudah merubah kebiasaan warga kota, sosialisasi dan dukungan pemerintah kota kepada warganya mengambil peranan penting dalam pembangunan kota layak huni berkelanjutan tersebut. Contoh kecil saja, terkadang kita terbiasa parkir mobil atau motor di tempat itu-itu terus jika bisa parkir langsung di depan gedung pintu masuk, duduk di posisi kursi yang sama berulang-ulang seperti di bus atau di kelas di kampus.

Berbicara program mobilitas ramah lingkungan jangka pendek sepertinya sudah terdapat beberapa strategi ke arah sana. Program motor Listrik bersubsidi dari pemerintah bisa dibilang secara perlahan berpotensi menumbuhkan pemakaian motor Listrik di masyarakat. Kemudian aplikasi mobile ride-sharing atau taxi daring, tampaknya dapat mendukung program reduksi emisi karbon dengan menyediakan motor Listrik yang dapat disewa oleh mitra untuk layanan ride-sharing di perkotaan. Selain itu Pemakaian motor berbahan fosil di atas 5 tahun yang ingin menjalankan ride-sharing daring pun harus lolos uji emisi. Pemerintah Kota tentu harus melihat peluang keuntungan bagi pembangunan kota berkelanjutan dari adanya Public-Private Partnership serta pihak swasta juga diharapkan berperan aktif menciptakan kota masa depan yang layak huni.

Dalam landasan teoritikal, mobilitas memang komponen wajib dalam hal pembangunan kota, artinya di sini adalah Pemerintah Kota memastikan warganya mendapatkan layanan mobilitas seperti transportasi publik (Public Transportation). Mengusahakan bagaimana caranya antara kota Urban dan Sub-Urban (Pinggiran Kota) saling terkoneksi dan kemudahan akses transportasi umum bagi warga yang bermobilitas. Jika tidak terdapat transportasi umum dalam suatu kota, tentu hal ini bertentangan dengan landasan teori pembangunan kota terutama membangun kota berkelanjutan. ***

*Ardiansyah Putra adalah Konsultan di sektor Development & Sustainability