JAMBI, GORIAU.COM - Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Jambi terutama di kawasan gambut semakin tak terkendali. Berdasarkan pantauan Citra Satelit TM 8 dan analisis yang dilakukan Divisi Geographic Information System (GIS) Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, terpantau sekitar 33.745 hektare kawasan gambut yang terbakar di dua kabupaten, yaitu Tanjungjabung Timur dan Muarajambi.  

"Akibat dari kebakaran lahan gambut ini telah menimbulkan kerugian mencapai Rp2,6 triliun dari sisi ekologi. Kami juga menilai pemerintah lamban dalam upaya penanggulangan," kata Manajer Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaf, Senin, 7 September 2015.

Kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri seluas 3.089 hektare, meliputi lahan PT Wirakarya Sakti dan PT Diera Hutani Lestari. Kebakaran juga terjadi HPH seluas 5.790 hektare,  yakni di dalam kawasan PT Pesona Belantara Persada dan PT Putra Duta Indah Wood.

Selanjutnya kebakaran di kawasan perkebunan sawit seluas 5.891 hektare, meliputi kawasan konsesi milik PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi, PT Kaswari Unggul, PT Citra Indo Niaga, PT Ricky Kurniawan Kertapers, PT Bara Eka Prima, PT Era Sakti Wiraforestama, PT Bumi Andalas, PT Bina Makmur Bestari dan PT Puri Hijau Lestari.

Kebakaran gambut juga terjadi di hutan lindung gambut seluas  6.196 hektare, areal penggunaan lain (APL) 4.734 hektare, Tahura Tanjung 1.317 hektare, Taman Nasional Berbak 4.803 hektare serta kawasan hutan produksi seluas 1.924 hektare.

Menurut Rudi, jumlah kerugian yang timbul dihitung dari pencemaran udara, kerugian ekologi, kerugian ekonomi, kerusakan tidak ternilai, dan biaya pemulihan kondisi lingkungan.

Seharusnya pemerintah, lebih lanjut dikatakan Rudi, cepat tanggap dan segera menaikkan status menjadi bencana nasional, sehingga penanganan kebakaran dengan lebih baik dengan bantuan pemerintah pusat.

"Idealnya pertengahan Agustus sudah ditetapkan keadaan darurat dan siaga kebakaran. Dan langsung dilakukan upaya modifikasi cuaca dan bom air di lahan gambut yang baru mulai terbakar," kata Rudi.

Untuk itu menurut Rudi, ketanggapan dan kepekaan pemerintah terhadap kebakaran hutan dan lahan lebih ditingkatkan. Selain itu, pemerintah juga harus meninjau ulang tata kelola gambut yang sudah berlangsung selama ini, kawasan gambut yang dibebani hak kelola, wajib untuk membuat kanal bloking. "Kalau tidak juga ada kanal bloking dan sudah berulang kali terbakar menjadi sangat layak perusahaan tersebut untuk direkomendasikan pencabutan izin." ***