PEKANBARU - Anggota Komisi II DPRD Riau, Marwan Yohanis menyoroti PT Duta Palma Nusantara (DPN) yang sudah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) disaat perusahaan ini belum mempunyai surat Tanda Daftar Perusahaan (TDP).

Dikatakan Politisi Gerindra ini, PT DPN mendapatkan sertifikat tanah pada tahun 1988 sekitar 10.250 hektar di Kuansing yang saat itu masih tergabung dalam kabupaten Indragiri Hulu.

"Kemarin saya pertanyakan pada BPN, menurut aturan yang berlaku, apakah perusahaan harus terdaftar dulu atau dia harus punya lahan dulu? Karena dari surat yang dikeluarkan BPN itu, dia sudah ada sertifikat lahan dan dia sudah punya HGU tahun 1988, sementara dia baru terdaftar pada tahun 1997," kata Legislator asal Kuansing ini kepada GoRiau.com, Selasa (14/7/2020).

Saat ini, Komisi II DPRD Riau sudah menelusuri sejauh mana perizinan yang dimiliki oleh PT DPN ke Jakarta.

"Ini saya sekarang sedang follow up data di Jakarta, saya akan kejar sampai dapat jawabannya. Ini kami sedang koordinasi, mungkin kami akan ke DPR RI dulu baru ke kementerian," singkatnya melalui sambungnya telepon.

Dalam rapat yang dilaksanakan di ruang medium DPRD Riau yang dihadiri oleh Bupati Kuansing beserta jajarannya ini, hadir pula Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi dan kabupaten Kuansing.

Marwan sempat menanyakan beberapa hal yang menurutnya ada keganjalan, diantaranya kepemilikan lahan di saat perusahaan belum memiliki legalitas berupa TDP tadi.

"Kapan bapak tahu TDP perusahaan ini terbit? Kalau bapak kurang tahu, biar saya sampaikan bahwa lebih tua anak daripada bapaknya. Itu namanya anak haram pak," tegas Marwan, Selasa (13/7/2020).

Selain itu, Marwan juga menyoroti perusahan yang memperpanjang izin usaha disaat perusahaan masih memiliki sisa izin selama 13 tahun lagi.

Dari tanya jawab yang dilakukan antara Marwan dan BPN, diketahui bahwa perusahaan mengajukan perpanjangan izinnya pada 4 September 2003 dan dikabulkan oleh pemerintah melalui surat yang terbit pada tahun 2005.

Padahal saat itu, PT DPN masih memiliki izin sampai pada tahun 2018.

Menanggapi pertanyaan DPRD Riau, perwakilan BPN mengaku semua yang disampaikan Marwan sudah sesuai prosedur, dimana saat itu BPN merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996 tentang penanaman modal.

"Sebelum terbit HGU, mereka sudah ada persetujuan prinsip dari kawasan hutan melalui Departemen Kehutanan pada tanggal 2 November 1987. Pertamanya seluas 7.750 hektar di tanggal 15 Maret 1988, kemudian mereka mengusulkan lagi 2250 hektar. Jadi totalnya ada 10.250 hektar," tuturnya.

Selain surat tersebut, PT DPN juga sudah memiliki peta tapal batas hutan produksi yang diperuntukkan untuk tujuan perkebunan pada Desember 1987, diperkuat dengan SK Gubernur tanggal 11 Desember 1987. ***