PERHELATAN akbar Sensus Pertanian Tahun 2023 baru saja selesai. BPS (Badan Pusat Statistik) secara serentak telah merilis hasil Sensus Pertanian Tahun 2023 pada tanggal 4 Desember 2023.

Hasil yang disampaikan tergambar bahwa meskipun di Riau terjadi kenaikan jumlah usaha pertanian dari sebelumnya sebanyak 684, 57 ribu pada tahun 2013 menjadi 728,65 ribu pada tahun 2023, akan tetapi terjadi penurunan signifikan jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan dari 109,38 ribu pada tahun 2013 menjadi hanya 65,99 ribu pada tahun 2023 atau terjadi penurunan sebesar minus 39,67 persen.

Pertanyaannya, masih mungkinkah produksi pangan kita ditingkatkan? Pertanyaan ini sangatlah penting mengingat saat ini beras di Riau sebagai produk dari pangan masih menyumbang inflasi tahunan pada November 2023 sebesar 0,42 persen dan bahkan menduduki peringkat kedua setelah cabai merah.

Tersedianya pangan yang cukup merupakan cerminan bahwa suatu negeri telah berdaulat dalam pangan. Tersedianya pangan yang melimpah akan membuat suatu negeri kuat karena masyarakatnya terpenuhi segala kebutuhan pangannya.

Bahkan sejarah mencatat, suatu negeri akan hancur ketika bencana kelaparan terjadi akibat urusan perut rakyatnya tidak terpenuhi. Oleh karenanya tidak heran jika suatu negara menggelontorkan dana yang begitu besar demi menjaga ketahanan pangan dengan terus menerus meningkatkan produksi pangannya.

Meningkatkan produksi pangan melalui berbagai cara memang tidaklah mudah. Minimnya komitmen, sikap, pengetahuan serta kebijakan daerah belum sepenuhnya peduli dengan pangan. Kondisi ini diperparah dengan semakin besarnya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan perkebunan maupun tergerus oleh pemukiman masyarakat.

Bahkan kondisi ini semakin kronis ketika stigma di masyarakat bahwa menjadi petani tanaman pangan sangatlah tidak menguntungkan atau bahkan dianggap pekerjaan yang rendah. Kondisi ini selarasdengan data Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Tanaman Pangan yang dirilis BPS pada November 2023 hanya sebesar 96,60 persen.

Tren Peningkatan Rumah Tangga Petani Gurem

Petani gurem adalah petani yang menguasai lahan pertanian dibawah 0,5 ha. Hasil potret BPS menggambarkan bahwa pada tahun 2023 terjadi peningkatan RTUP Gurem sebesar 96,32 persen dibandingkan 2013, yaitu sebesar 68,56 ribu unit pada tahun 2013 menjadi 134,60 ribu unit pada tahun 2023.

Sebenarnya, petani gurem memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pertanian di Indonesia dan Riau khususnya. Akan tetapi, petani gurem belum mampu diandalkan secara penuh mengingat kondisi dan keterbatasan sumber daya serta beratnya tantangan yang mereka hadapi.

Di samping minimnya penguasaan lahan pertanian, minimnya permodalan serta resiko kegagalan usaha juga sangat rentan dialami petani gurem. Kondisi risiko kegagalan baik karena faktor cuaca atau hal lain akan mempengaruhi petani-petani gurem apakah akan meningkatkan produktivitasnya atau tidak.

Jika mengkaji lebih dalam terkait peningkatan jumlah petani gurem di level kabupaten/kota akan membuat kita lebih tercengang. Kenapa demikian? Karena dari total 139,18 ribu petani gurem yang ada di Riau, justru 13,57 persen berada di Kabupaten Kampar, 13,11 persen berada di Kabupaten Kuantan Singingi dan 12,10 berada di Kabupaten Bengkalis. Sisanya, tersebar di kabupaten/kota di Provinsi Riau.

Adanya peningkatan jumlah petani gurem bukanlah pertanda positif bagi indikator kemajuan pertanian kita. Kondisi ini menggambarkan bahwa semakin menyempitnya ruang pertanian sebagai akibat adanya pergeseran penggunaan lahan baik dari pangan menjadi perkebunan, pemukiman maupun penggunaan lain.

Kondisi ini diperparah bahwa stigma menjadi petani tanaman pangan cenderung merugi sehingga banyak masyarakat yang kurang berminat menjadi petani tanaman pangan.

Satu hal yang pasti, terjadinya penurunan signifikan jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan dari 109,38 ribu pada tahun 2013 menjadi hanya 65,99 ribu pada tahun 2023 atau terjadi penurunan sebesar minus 39,67 persen, serta adanya peningkatan RTUP gurem serta petani gurem di Provinsi Riau menggambarkan bahwa upaya peningkatan produksi pangan di Riau menghadapi jalan terjal sehingga membutuhkan komitmen daerah secara maksimal untuk memberikan perhatian secara penuh terhadap pangan.

Pertama, banyak daerah belum maksimal dan care terhadap peningkatan produksi pangan. Semakin berkurangnya lahan tanaman pangan yang beralih menjadi lahan perkebunan maupun banyaknya lahan sawah yang tergerus oleh pemukiman merupakan potret masih adanya daerah yang belum mengeluarkan atau minim melakukan pengawasan pelaksanaan peraturan daerah tentang pentingnya lahan sawah abadi. Pencetakan lahan sawah baru dengan mengoptimalkan lahan-lahan tidur serta melindunginya dengan peraturan daerah dengan menjadikannya lahan sawah abadi akan membuat luas lahan sawah tetap terjaga. Terpeliharanya lahan sawah akan memudahkan daerah dalam upaya peningkatan produksi pangan.

Kedua, banyak daerah belum sepenuhnya mengenal siapa petani di wilayahnya, berapa jumlahnya, bagaimana keadaannya, apa yang dibutuhkannya, bagaimana status kepemilikan lahannya dll. Upaya mencetak lahan baru memanglah sangat penting dalam upaya meningkatkan produksi pangan, akan tetapi mengenal petani lebih dalam juga tidak kalah pentingnya. Bahkan, jangan sampai pemerintah daerah menggelontorkan dana begitu besar untuk mencetak lahan baru tetapi ternyata tidak ada petani yang mengelolanya. Kondisi ini bisa terjadi mengingat daya tarik menjadi petani pangan juga kalah dibanding dengan menjadi pekebun sehingga jumlah petani tanaman pangan sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali.

Ketiga, di samping upaya meningkatkan produksi pangan baik melalui pencetakan lahan baru maupun mengoptimalkan fungsi lahan-lahan tidur, upaya meregenerasi petani juga tidak kalah penting untuk segera dilakukan. Hasil Sensus Petanian 2023 menggambarkan bahwa usaha pertanian perorangan lebih banyak dikelola oleh petani yang berusia di atas 45 tahun atau sekitar 59,14 persen dari seluruh pengelola usaha pertanian perorangan di Indonesia. Sektor pertanian adalah sektor kunci dalam pemenuhan kebutuhan pangan global, namun banyak petani nyatanya telah lanjut usia. Semakin menuanya usia petani akan menimbulkan probelamatika baru dikemudian hari terutama ketika berbicara produktivitas tenaga kerja. Oleh karenanya upaya menarik minat kawula muda untuk terjun menjadi petani mutlak harus segera dilakukan. Upaya menarik minat kawula muda ini hanya bisa dilakukan jika secara ekonomi sektor tanaman pangan lebih menarik dan menguntungkan untuk dilakukan.

Terakhir, meningkatkan produksi pangan merupakan suatu tantangan, apalagi secara ekonomi Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Tanaman Pangan selalu di bawah dibanding sektor perkebunan. Namun jika mengacu pada konsep ketahanan pangan, maka peningkatan produksi pangan tetap harus dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkan kepedulian pihak terkait untuk terus peduli dengan pangan serta secara nyata tercermin dalam kebijakan kebijakan terkait pangan. Tanpa peran dan kepedulian tersebut, peningkatan produksi tanaman pangan akan stagnan atau bahkan akan mengalami penurunan.***

Mujiono, SE adalah Statistisi Ahli BPS Provinsi Riau.