PEKANBARU - Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kampar, Ahmad Fikri diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Waterfront City yang berada di Bangkinang, Kabupaten Kampar.

Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kampar periode 2009-2014 itu diperiksa sebagai saksi bersama empat orang lainnya Afrudin Amga selaku Sekretaris Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Kampar, Fahrizal Efendi selaku staf bidang Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Kampar, Adnan ST tahun anggaran 2015-2016 di Dinas PU Kampar, Chairussyah Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kampar periode April 2012 - Januari 2014.

Pantauan GoRiau, Jumat (1/11/2019) pukul 15.57 WIB, kelima saksi tersebut masih dilakukan pemeriksaan oleh KPK di Kantor Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Riau.

Juru bicara (Jubir) KPK, Febri Diansyah, mengatakan pemeriksaan saksi satu untuk tersangka I Ketut Suarbawa, Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk I. Sedangkan empat lainnya untuk tersangka Adnan.

"KPK melakukan pemeriksaan satu saksi untuk tersangka IKS dan empat saksi untuk tersangka AN," kata Febri kepada wartawan, Jumat (1/11/2019).

Untuk diketahui, pengungkapan korupsi ini berawal dari laporan masyarakat. Setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan, akhirnya KPK menetapkan Adnan dan Ketut sebagai tersangka pada 14 Maret 2019 lalu.

Kemudian, proyek pembangunan Jembatan Waterfront City dikerjakan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar dengan anggaran Rp117,68 miliar itu. Saat itu, kepala dinas dijabat Indra Pomi Nasution.

Dalam perkara ini, penyidik KPK sudah memeriksa banyak saksi, di antaranya mantan Bupati Kampar Jefry Noer. Jefry juga dimintai keterangan sebagai pihak swasta, di Pasar Syariah Ulul Albab.

KPK juga telah menetapkan Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) sekaligus Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk I Ketut Suarbawa sebagai tersangka. Adnan dan Suarbawa diduga kongkalikong dalam proyek hingga menimbulkan kerugian negara Rp39,2 miliar. ***