PEKANBARU, GORIAU.COM - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Agama Islam HM. Lukman Edy (STAILe) Pekanbaru menggelar seminar dan dengar pendapat dengan masyarakat dengan tema 'Mengkaji Efektifitas Pemekaran Daerah', Sabtu (7/11/2015).

Kegiatan yang berlangsung di aula gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Jalan Diponegoro Pekanbaru yang menghadirkan pembicara Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ir. HM. Lukman Edy, anggota DPRD Riau Abdul Wahid, S.Ag dan dosen STAILe Pekanbaru, Nurkhozin S Hadi, MP diikuti sejumlah tokoh pemekaran dari beberapa daerah di Riau.

Dalam pertemuan ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ir. HM. Lukman Edy mengatakan, dalam kurun waktu yang tidak panjang, usulan pemekaran baru mengalir dari berbagai daerah di Indonesia. Namun usulan pemekaran ini terkadang, terkendala kepentingan politik yang menyebabkan kurangnya dorongan dari pemerintah daerah.

"Pemerintah daerah masih kurang mendengarkan aspirasi yang berkembang. Seperti Riau sendiri, meski sudah ada usulan yang dibuat oleh DPRD, Pemprov belum mengambil langkah untuk mengusulkan itu," ujar Lukman Edy.

Sepanjang sepuluh tahun ini, lanjut Lukman Edy, tercatat sudah ada 205 daerah otonom baru yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Jumlah pertambahan daerah baru ini sangat signifikan dengan total 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota diluar wilayah administratif Jakarta," sampai Lukman Edy.

Sementara, usulan pemekaran baru saat ini ada sekitar 151 dari seluruh daerah di Indonesia. Untuk Riau, ada 7 usulan yang masuk diantaranya pemekaran Kabupaten Inhil Selatan, Kabupaten Inhil Utara, Kota Indragiri, Kabupaten Mandau, Kota Duri, Kabupaten Rokan Darussalam dan Kabupaten Gunung Sailan.

"Dari tujuh itu, Inhil Utara dan Inhil Selatan sudah memenuhi persyaratan, tinggal menunggu dibahas. Sedangkan usulan Kota Duri dan Kabupaten Mandau masih dikaji, karena usulan hampir sama. Untuk Rokan Darussalam dan Gunung Sailan, syarat lengkap, tinggal rekomendasi dari Bupati yang belum," terang Lukman Edy.

Menurut Lukman Edy lagi, memicu besarnya aspirasi pemekaran wilayah di Indonesia didominasi beberapa hal, seperti faktor geografis yang terlalu luas, ketertinggalan pembangunan dan harapan dengan pembentukan daerah baru akan membuat daerah memiliki Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta membuka peluang kerja dan memunculkan elit baru di DPRD.

Meski ada hal positif, namun pembentukan daerah otonomi baru juga menimbulkan efek negatif. Tidak jarang gagasan pemekaran memicu konflik horizontal di masyarakat. Pemekaran juga menyebabkan lonjakan beban anggaran luar biasa. Karena itu pemerintah bersama Komisi II DPR RI telah membentuk desain desar pemekaran daerah (Desartada).

"Dalam Desartada ini ada empat program strategis yakni pertama, pembentukan dan persiapan sebagai tahap awal sebelum ditetapkan sebagai daerah baru. Keduan percepatan penggabungan daerah DOB yang tidak efesiensi mulai 2015-2025. Ketiga, penggabungan dan penyesuaain daerah otonomi. Keempat, penataan daerah yang memiliki karakter khusus," sampainya.

Dengan adanya hal ini, peluang besar bagi Riau untuk menambah daerah otonomi baru sangat besar. Asalkan dukungan dan aksi dari masyarakat serta pemerintah daerah segera digerakkan. Sedangkan usulan pemekaran, selain disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri, Komisi II DPR RI juga bisa melakukan usul inisiatif dengan melakukan verifikasi dan melihat usulan yang disampaikan oleh masyarakat di daerah, seperti halnya pemerintah.

Sementara itu, anggota DPRD Riau Abdul Wahid mengatakan, sulit wacana pemekaran di Riau ini terealisasi dengan cepat, karema sering terbentur oleh kepentingan politik, salah satunya penolakan dari pemerintah daerah. "Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintahan Gubernur Anas Maamun-Andi Rachman, kami DPRD sudah mengusulkan pemekaran bagi 25 kabupaten dan kota yang baru di Riau. Namun sampai hari ini tidak ada satu pun upaya pemerintah daerah melanjutkan hal ini, baik itu membuat road map atau sebagainya. Gubernur seakan tidak ada keinginan menjawab aspirasi masyarakat," kesalnya.

Wahid mengatakan, jika dibanding Sumatera Barat yang hanya luas wilayah 48 KM2, ada 19 kabupaten dan kota, dan efeknya daerah ini juah lebih baik pembangunannya. Sementara Riau yang lebih 88 KM2, hanya 12 kabupaten/kota, sangat jauh dari ideal.

"Menurut saya, pemerintah kita saat ini sifatnya tak mau dibagi-bagi. Saya ingatkan jangan kekuasan terlalu diagungkan, sehingga mengabaikan keinginan masyarakat," ulasnya.

Sedangkan dosen STAILe Nukhozin S Hadi yang merupakan aktifis 99 ini menguraikan sejarah Indonesia yang berdiri dengan awal hanya 8 provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Borneo, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, Sumatera dan DI Yogyakarta. Namun perkembangannya, dengan pemekaran wilayah, terjadi pembangunan yang merata.

"Bagi saya tujuan pemerkaran sangat baik dan positif, namun jika salah melangkah, bisa jadi konflik horizontal," ingatnya.(rul)