PEKANBARU - Penggunaan alat tangkap ikan yang dikenal dengan pukat harimau atau mini trawl masih digunakan oleh nelayan di Riau dan asal Sumatera Utara. Ini menjadi temuan langsung dari Satpol Pamong Praja dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau saat melakukan pengawasan dan penegakan Perda No 5 Tahun 2017 Tentang Izin Usaha Perikanan Tangkap di Perairan Kabupaten Rokan Hilir dan Perairan Kota Dumai pada 28 Juni 2021 hingga 3 Juli 2021.
Kedua OPD ini turun melaksanakan Pengawasan diperairan laut Riau menggunakan Kapal Pengawas Kurau 01. Rute yang dilewati antara lain perairan Pulau Halang, Panipahan, Pulau Jemur, Selat Malaka, Dumai, Pulau Rupat
"Penanggung jawab kapal nelayan itu kita minta naik ke kapal pengawas untuk dilakukan pemeriksaan oleh PPNS Satpol PP Provinsi Riau dan PPNS DKP Provinsi Riau, kelengkapan dokumen kapal kita cek sekaligus mengecek alat tangkap yang digunakan, Dan dari pemeriksaan, kita amankan 5 alat tangkap mini trawl atau yang lebih dikenal masyarakat pukat harimau," kata Hermanto.
"Sementara untuk kapal yang tidak memiliki izin atau yang izin sudah habis masa berlakunya, penanggungjawab kapal membuat pernyataan untuk mengurus izin sampai tanggal 30 Juli 2021, apabila tidak diindahkan maka akan kita proses sesuai peraturan perundang-undangan," katanya beberapa waktu lalu.
Selain pengawasan kapal perikanan di laut, Satpol PP Riau dan DKP Riau juga melakukan pengawasan di darat guna mencross check data kapal yang ada dengan kondisi di lapangan seperti kapal yang sudah dijual atau sudah lapuk.
"Seperti kasus di Kecamatan Sinaboi pemilik kapal sudah menjual kapalnya kepada nelayan di Panipahan dan tidak melaporkan ke DKP Provinsi Riau, kemudian di Panipahan ada 1 kapal tidak beroperasi lagi karena sudah lapuk," kata Hermanto menambahkan.
"Hasil pemeriksaan masih banyak pemilik kapal yang membandel tidak memperpanjang izin atas kelalaiannya mereka telah melanggar Pasal 35 Jo Pasal 8 Perda No 5 Tahun 2017 tentang Izin Usaha Perikanan Tangkap dengan ancaman pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000. Kedepan kami juga mengajak OPD yang memiliki Perda khususnya PAD dan Perda Memuat Sanksi," kata Fanloven. ***