PALEMBANG – Mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, AKBP Dalizon, terdakwa kasus suap Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel, kembali menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Palembang, Sumsel, Rabu (7/9/2022).

Dikutip dari Kompas.com, dalam sidang tersebut Dalizon mengaku harus menyetorkan uang mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel Kombes Anton Setiawan sebesar Rp500 juta setiap bulannya.

Saat ditanya Ketua Majelis Hakim Mangapul Manalu tentang sumber uang ratusan juta rupiah tersebut, Dalizon mengaku lupa.

''Saya lupa (uangnya dari mana), Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih),'' ujar Dalizon, saat sidang di Pengadilan Tipikor, Palembang, Sumsel, Rabu (7/9/2022), dikutip dari Tribun Sumsel.

Dalizon mengungkapkan, awalnya setiap bulan dia menyetor Rp300 juta per bulan ke Kombes Anton. Kemudian berubah menjadi Rp 500 juta per bulan.

''Dua bulan pertama saya wajib setor Rp300 juta ke Pak Dir (Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5,'' ujar Dalizon.

Terkait aliran dana sebesar Rp10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya.

Dia berujar, uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal, salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.

''Sebanyak Rp2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp4,25 miliar untuk Dir, sisanya saya berikan kepada tiga Kanit. Terus ada Rp500 juta fee untuk Hadi Candra,'' jelasnya.

Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kombes Anton yang dibacakan jaksa penuntut umum di ruang sidang pada 10 Agustus, Anton membantah keterangan AKBP Dalizon terkait penerimaan uang fee kepada dirinya.

Dalam persidangan sebelumnya, Dalizon selalu menyebut bahwa Anton telah menerima uang darinya.

Anton juga mengaku tak mengetahui kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba yang dalam tahap penyelidikannya dihentikan terdakwa.

''Tidak ada perintah dari saya menghentikan proses penyidikan termasuk pengamanan proyek Dinas PUPR. Saya juga tidak pernah menerima uang, benda atau hadiah apapun terkait proses penghentian perkara di Kabupaten Muba,'' kata JPU membacakan BAP dari Anton.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan, AKBP Dalizon saat menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumatera Selatan, memaksa mantan Kepala Dinas PUPR Muba, Herman Mayori, membayar fee 5 persen agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Muba dihentikan.

Tidak hanya itu, Dalizon juga meminta uang Rp5 miliar sebagai pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Muba.

''Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019. Jika uang tidak diberikan maka terdakwa mengancam kasusnya akan naik ke dalam tahap penyidikan,'' kata JPU saat membacakan dakwaan.

Permintaan uang itu lalu dipenuhi oleh Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori karena dia takut atas ancaman tersebut.

Lalu, seorang bernama Adi Chandra menghubungi terdakwa Dalizon untuk mengantarkan uang sebesar Rp 10 miliar yang dimasukkan ke dalam dua kardus.

Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan pasal alternatif kumulatif, yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12b UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi.

Untuk diketahui, kasus suap di Dinas PUPR Muba ini juga menjerat mantan Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori, dan Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas PUPR Muba Eddy.***