JAKARTA - Anggota DPD RI dari Papua Barat, Filep Wamafma menilai, kekerasan yang kerap terjadi di tanah Papua telah mempertemukan politik kekuasaan, setidaknya antara Pemerintah Indonesia dan KKB. Pertarungan kekuasan itu celakanya mengorbankan rakyat kecil, rakyat sipil yang tidak berdaya.

Teranyar, kata Filep, adalah insiden pembakaran 2 (dua) base transceiver station (BTS) milik Telkom, yaitu BTS 4 di distrik Omukia dan BTS 5 di distrik Mabuggi Kabupaten Puncak Jaya. Data Filep menyebut, KKB diduga kuat sebagai pelaku pembakaran itu.

Kekerarasan di Papua, kata Filep, seolah telah menjadi biasa sehingga generasi Papua tumbuh dalam iklim kekerasan itu. Sementara pendekatan pembangunan infrastruktur yang dibarengi dengan penurunan sejumlah militer telah dilakukan pemerintah.

"Coba kita lihat rentang waktunya, sudah berapa lama KKB ini terus eksis? Sangat lama. Negara hampir tiap tahun menurunkan pasukan. Bukannya tambah aman, malah tambah parah," kata Filep dari tanah Papua, Selasa (12/1/2020).

Menjadi pertanyaan mendasar, sambung Filep, "apakah ada keseriusan dari kedua belah pihak, KKB dan Pemerintah Indonesia, untuk mengakhiri banalitas kekerasan ini? Dari dulu, rezim berganti rezim, perjuangan dan aspirasi mengenai diadakannya dialog, selalu berakhir nihil,".

Filep meyakini, kekerasan di Papua bisa diakhiri. Kata Filep, "semuanya harus dimulai dengan niat bahwa Papua bisa damai bila semua pertarungan kuasa di ruang publik itu dihentikan,".***