PEKANBARU - Kejaksaan Negri (Kejari) Rokan Hilir (Rohil) menetapkan satu tersangka terkait dugaan korupsi Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut di Bagansiapiapi tahun 2018, dengan total kerugian negara senilai Rp1.483.335.260.

Penetapan tersangka itu dilakukan pada hari Rabu (23/3/2022), terhadap seorang pria berinisial TRP, yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut.

Awalnya TRP diperiksa sebagai saksi oleh Tim Penyidik Kejari Rohil. Kemudian setelah diperiksa sebagai saksi, dilakukan gelar perkara.

“Hasil dari gelar perkara itu, kami meningkatkan status saksi TRP selaku PPK, menjadi tersangka,” kata Kepala Kejari (Kajari) Rohil Yuliarni Appy, melalui Kasi Intelijen Yogi Hendra, kepada GoRiau, Rabu malam.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan, setelah penyidik mempunyai 2 alat bukti yang cukup. Selain itu, penyidik juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap 18 orang saksi, yang terdiri dari pihak Dinas Perhubungan, Konsultan Pengawas, dan Kontraktor serta 2 (dua) orang ahli yakni Ahli Bidang Jasa Konstruksi LPJK-N dan Ahli Auditor Perhitungan Kerugian Negara.

Tersangka TRP disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pidana.

“Untuk mempercepat proses penyidikan, dan berdasarkan Pasal 21 Ayat 4 KUHAP dimana ancaman pidana penjara di atas lima tahun, maka tersangka dilakukan penahanan, selama 20 hari terhitung dari tanggal 23 Maret 2022 sampai dengan tanggal 11 April 2022 di Lapas kelas II Bagansiapiapi,” lanjut Yogi.

Yogi menjelaskan, dugaan korupsi ini bermula pada pada tahun 2018 lalu. Saat itu, Direktorat Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan melaksanakan kegiatan pekerjaan lanjutan pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir.

Adapun anggarannya bersumber dari APBN Kementerian Perhubungan RI cq Direktorat Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2018. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Multi Karya Pratama (MKP) dan Konsultan Pengawas CV Refena Kembar Anugrah (RKA).

“Proyek tersebut dikerjakan selama 180 hari. Yakni, dimulai dari tanggal 30 Juni 2018 hingga 31 Desember 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp20.715.000.800,” jelas Yogi.

Bahwa pada tahap pencairan, syarat-syarat dari pencairan seperti Jaminan Uang Muka, SSP PPN dan PPh, Rincian Penggunaan Uang Muka dan Berita Acara Progress Pekerjaan dari Konsultan hanya dilampirkan pada Pencairan Tahap I. Pada Pencairan Tahap II-VII, syarat-syarat tersebut tidak dilampirkan namun anggaran tetap dicairkan.

Sampai dengan berakhirnya masa kontrak fisik, yakni pada tanggal 31 Desember 2018, pengerjaan proyek tersebut belum mencapai bobot fisik 100 persen, karena masih ada yang belum selesai. Seperti, selimut tiang HDPE belum terpasang dan timbunan untuk causeway dan turap belum selesai.

Kendati begitu, pembayaran sudah dilakukan 100 persen atas nilai kontrak dan setiap proses pencairan tidak pernah melampirkan Asbuilt Drawing atau Gambar Pelaksanaan dan Back Up Data/Final Quantity, serta Laporan Kemajuan Pekerjaan sebagai dasar penentuan berapa besar prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan.

“Tersangka diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.483.335.260,” tutup Yogi. ***