DUMAI - Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) Provinsi Riau meminta agar pemerintah setempat segera melakukan penertiban galian tanah uruk ilegal di Kota Dumai, Provinsi Riau. Aktivitas galian tanah uruk ilegal ini diduga ilegal karena belum mengantongi izin, sehingga melanggar Pasal 158 UU RI No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, di mana ancaman pidananya di atas lima tahun penjara.

"Berdasarkan pengamatan dan penelusuran, kami menemukan beberapa lokasi penambangan tanah uruk seperti di Bukit Timah dan Sungai sembilan dengan skala besar, menggunakan alat berat dan menumbangkan kayu disekitarnya," ujar Ketua SALAMBA Provinsi Riau, Ganda Mora, Rabu (7/7/2021).

Ia menjelaskan, penggalian tanah uruk tanpa izin selain melanggar Undang-undang No 5 tahun 2009 juga melanggar Undang Undang No 32 tentang pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seharusnya aktivitas ini juga mengantongi izin dari Gubernur Riau.

"Bilamana semua aturan belum di penuhi atau belum berizin kita minta Pemda Kota Dumai menertibkan penggalian tanah uruk tersebut, mengingat akan merugikan negara dari sektor retribusi daerah juga berdampak luas terhadap lingkungan hidup," jelasnya.

Lebih lanjut, Ganda menyampaikan bahwa pihaknya tidak anti dengan pengusaha tanah uruk. Namun ia berharap dapat taat aturan agar usaha tersebut dapat berdistribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan harus ramah lingkungan.

"Kita minta agar segera pihak terkait memberhentikan sementara galian tersebut menunggu mendapatkan perizinan yang lengkap," sebut ganda.

Menurutnya, dalam waktu dekat nanti, yayasannya akan menyurati Polda Riau, DLHK dan KLHK untuk menyidik terkait pelanggaran regulasi atas galian tersebut.

"Kami menduga ada perusahaan besar yang menampung bahan galian tersebut, bila itu terjadi kita sangat menyangkan bila pemerintah setempat membiarkan dan perlu di kritisi secara serius agar penambangan secara ilegal tidak berlanjut apalagi untuk kebutuhan perusahaan perusahaan di sekitar Dumai, sebab bila untuk masyarakat setempat tidak begitu signifikan merugikan dan merusak lingkungan," pungkasnya. ***