PEKANBARU - Pengadilan Negeri Pekanbaru belum melakukan eksekusi terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari yang didenda Rp 16,2 triliun atas kasus kejahatan lingkungan. Perusahaan itu diduga pembalakan kayu hutan secara liar atau ilegal loging, untuk membuka perkebunan kelapa sawit.‎

Direktur PT Merbau Pelalawan H Koswara mengatakan, pihaknya memang belum membayar denda yang diputuskan Mahkamah Agung dalam hasil kasasi tersebut. Sebab, Koswara mengaku masih menunggu hasil upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) dari MA. "Iya belum. Kita masih menunggu hasil PK, dan itu sudah kita serahkan kepada pengacara kita," ujar Koswara, Selasa (11/9).

Koswara mengaku tidak bisa menjelaskan secara detil soal kasus gugatan perdata yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap perusahaan mereka pada 2016 lalu. Dia mengaku masih berada di luar negeri. "Tidak bisa dijelaskan di telepon, saya masih di Kuala Lumpur (Malaysia)," ucap Koswara.

Koswara sendiri diketahui memiliki rumah mewah dan kos-kosan bertingkat di daerah Panam, Kota Pekanbaru. Namun saat dihubungi, Koswara tidak merespon soal itu.?

Untuk diketahui, pada 18 Agustus 2016 lalu, Mahkamah Agung (MA) memvonis PT Merbau Pelalawan Lestari untuk membayar denda kepada Negara senilai Rp 16,2 triliun terkait kasus pembalakan liar yang merusak lingkungan. Namun hingga kini H Koswara belum membayarnya.

Padahal sudah jelas, putusan MA dengan nomor perkara 460 K/Pdt/2016 ini memenangkan kasasi yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 79/PDT/2014/PTR, tanggal  28 November 2014 juncto Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor157/Pdt.G/2013/PN Pbr. tanggal 3 Maret 2014.

Dari salinan putusan yang diterima redaksi disebutkan, pihak tergugat, PT Merbau terbukti melakukan penebangan hutan di luar lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT).

Hakim Agung juga menyatakan perusahaan itu bersalah karena telah menebang hutan di dalam lokasi IUPHHK-HT dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah perbuatan melanggar hukum.

"Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung dan seketika kepada Penggugat sejumlah Rp 16.224.574.805.000,00," bunyi putusan tersebut.

Dalam putusan juga disebutkan, kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 5.590 hektare senilai Rp 12.167.725.050.? Bahkan kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 1.873 hektare senilai Rp 4.076.849.755.000.

Sidang MA itu, dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung Takdir Rahmadi dengan anggota hakim I Gusti Agung Sumanatha dan Dr Nurul Elmiyah. Sedangkan Edy Wibowo selaku Panitera Pengganti.***