PEKANBARU - Beberapa waktu lalu, DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Riau, mengekspos penghitungan suara internalnya yang menyatakan keberhasilan PKS dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019, dengan meraih 21 persen.

Namun, angka 21 persen tersebut jauh berbeda dengan hasil pleno rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di segala tingkatan. Berdasarkan pleno KPU, PKS hanya berhasil meraih 13 persen suara.

Menanggapi hal ini, Ketua DPW PKS Provinsi Riau, Hendry Munief mengatakan, dari tim khusus yang diturunkan untuk memantau hasil Pemilu, pihaknya menemukan beberapa perbedaan antara C1 dengan rekapan ditingkat PPK.

"Jadi kita sampai hari ini memantau terus, dari tim khusus yang dibentuk, kami melihat banyak sekali perbedaan yang terjadi, namun tentu kami menggunakan asas praduga tak bersalah. Laporan -laporan yang kami temukan ini akan kami perkuat dengan bukti yang valid," ujarnya di Pekanbaru, Senin (13/5/2019).

Setelah bukti - bukti valid dikumpulkan, lanjut Munief, pihaknya akan melanjutkan proses ini di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami tidak mengganggu mekanisme yang ada, karena ingin mengumpulkan bukti untuk maju ke MK. Tetapi kami tetap menghargai semua proses ini, seperti saksi PKS yang tetap membubuhkan tandatangan, dengan catatan keberatan. Catatan keberatan inilah yang bisa diperjuangkan di MK," jelasnya.

Ketua DPW PKS Riau yang sudah menjabat sejak 2015 ini mengakui, bahwa sebenarnya, ia tidak ingin membeberkan hasil real count internalnya. Namun, karena hasil quick count dari sejumlah lembaga survei yang ternyata hampir mendekati angka penghitungan pihaknya, maka PKS pun memilih untuk mengeksposnya dengan menggelar konferensi pers, Sabtu (20/4/2019 lalu.

"Lembaga survei tersebut salah satunya ialah kedai kopi yang mengumumkan kemenangan Anies - Sandi saat Pilkada DKI Jakarta. Saat itu kami kaget, quick count kedai kopi dan real count internal kami jaraknya tidak jauh. Makanya kami yakin bahwa angka tersebut tidak meleset," tutur politisi kelahiran 1972 ini.

"Kami memperkirakan ada 7-8 persen yang meleset, artinya ada satu kursi yang menghilang untuk tingkat provinsi. Namun, sekali lagi kami tetap menghargai proses yang ada, dan tidak menuduh siapapun," tegasnya. ***