PEKANBARU - Wacana pelarangan rokok elektrik (vape) di Indonesia dianggap bukan sebagai solusi untuk mengatasi masalah. Yang menurut Ketua Asosiasi Vapers Indonesia (AVI), Dimasz Jeremia, vapers atau sebutan bagi pecinta vape butuh regulasi bukan justru dilarang.

"Negara ini memerlukan sebuah kebijakan yang tepat dan tidak hanya didasari oleh ketakutan dan kecurigaan. BPOM melarang vape ini hanya berdasarkan kejadian-kejadian adanya korban jiwa yang terjadi di Amerika. BPOM belum melakukan kajian sendiri tapi sudah mengeluarkan larangan," protes Dimasz saat menggelar konferensi pers di Pekanbaru, Jumat (29/11/3019) malam.

Ia pun menyatakan, para vapers di Indonesia sangat terbuka untuk duduk bersama dengan pemerintah untuk membahas regulasi yang tepat untuk mengatur penggunaan dan peredaran vape tersebut.

"Kami (Vapers) bukan melawan pelarangan vape ini dengan anarkis. Namun, kami akan menyatakan perlawanan itu dengan bukti hasil penelitian scan thorax," kata Dimasz.

Yang mana, para vapers di Riau pun juga sudah melakukan pemeriksaan scan thorax diLaboratorium Klinik Pramita Pekanbaru.

Konsultan medis dari Laboratorium Klinik Pramita Pekanbaru, Melynda Elka Putri pun menyatakan, bahwa hasil rontgen thorax dari 29 vapers di Riau tidak ada menunjukkan kelainan.

"Sabtu kemarin kami melakukan pemeriksaan rontgen thorax terhadap 29 vapers. Jadi memang hasilnya tidak ada ditemukan kelainan biologis, baik dari paru-paru maupun jantung," kata Melynda Elka Putri.

Masih di tempat yang sama, Ketua Divisi Produksi Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Eko H.C yang juga hadir dalam konferensi pers Sumatera Vape Awareness tersebut, ikut memberikan saran.

"Saran kami, BPOM dan pemerintah (menteri kesehatan, red) tunjuk saja lembaga kredibel yang bisa diminta untuk melakukan studi terhadap vape. Jadi ada penelitian yang jelas sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia ini. Jangan hanya menggunakan penelitian luar negeri," imbuh Eko. ***